Sedikit Oleh-Oleh dari Window Shopping di Toko Buku

February 27, 2019

Berkunjung ke toko buku adalah salah satu jenis wisata yang selalu menyenangkan hati. Yang juga senang membeli-membaca buku pasti setuju. Wisata ini murah (tentu jika sedang tidak banyak berbelanja buku, kalau belanja banyak sih bisa jadi mahal juga haha), aksesnya gampang (tidak jauh seperti pantai atau gunung), dan bisa disambil sekalian dengan hal-hal lain (jika toko buku berada di mall, bisa sekalian makan atau belanja bulanan). Kadangkala memang hanya berkunjung saja, semacam window shopping, untuk melihat-lihat koleksi buku baru atau melihat-lihat apa ada buku selanjutnya yang bisa dimasukkan ke dalam budget beli buku. Berjalan di antara rak dan begitu banyak buku-buku yang rapi disusun rasanya mood booster sekali.


Photo by Ugur Akdemir on Unsplash

Bulan ini saya membawa sedikit oleh-oleh dari window shopping saya di (beberapa) toko buku (berbeda): rekomendasi tentang buku-buku yang menarik hati untuk dibeli (dan dibaca selanjutnya, jangan hanya jadi tsundoku yang senang beli dan mengoleksi buku seringkali tanpa dibaca seperti saya ya. Haha). Siapatahu bisa menarik hati buat kamu yang membaca tulisan ini juga.


Penerbit                 :   Grasindo
Tahun terbit           :   2018
Jumlah halaman    :   140 halaman
Jenis buku              :   Kumpulan puisi

Pandora, oleh Oka Rusmini (dokumentasi pribadi)

“Biografi tubuh inilah yang terasa dalam 40 sajak di kumpulan puisi Pandora ini. Lihatlah bagaimana ia mengurutkan sajak-sajak di buku ini. Dari mulai Ulat, Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan sajak-sajak yang mengeksplorasi tema anak (Embrio, Schipol, Pasha, Den Haag), hingga Rahib dan Jejak. Deretan sajak itu tampak seperti sebuah metamorfosis tubuh.
Tubuh, di tangan penyair kelahiran ini, keluar dan bahkan meloncat dari bentuk estetiknya. Ia memperlakukan tubuh bagai sebuah menu santapan (Di meja makan kusantap tubuhku, kuteguk air mataku—sajak “Kepompong”).
Inilah ketangkasan seorang Oka. Ia menulis, memendam Bali, mencangkul masa lalu, membenturkan tradisi, meringkus pengalaman hidup, dan dengan tanpa sungkan menggasak tubuhnya sendiri demi memperoleh sebuah ars poetica. Inilah “sayap kuat” sajak-sajak Oka, penulis yang menurut saya, menjadi salah satu wakil terpenting penyair Indonesia mutakhir. (Yos Rizal Suriaji- “Sebuah Menu Bernama Tubuh” – 2008)” (Sinopsis Cover Belakang Buku)

Buku ini menarik perhatian saya karena penulisnya, Oka Rusmini, adalah salah satu penulis favorit saya yang juga saya ikuti karya-karya fiksinya selama dua tahun ke belakang. Sebenarnya buku ini sudah terbit pertama kali di tahun 2008, tetapi dicetak ulang pun dengan cover baru oleh penerbit di 2018. Suka dengan cara Oka Rusmini mengisahkan mengenai Bali, masalah perempuan, adat dan tradisi. Oka Rusmini memiliki ciri khas yang sangat kuat dalam karya-karyanya—yang saya lihat sebagai seorang feminis Bali yang sangat berani. Saya penasaran bagaimana kali ini Oka Rusmini menuturkan kisah-kisah dalam karyanya.


Penerjemah           :   Lina Jusuf
Penerbit                 :   KPG
Tahun terbit           :   2018
Jumlah halaman    :   258 halaman
Jenis buku              :   Novel

Veronika Memutuskan Mati, Paulo Coelho (dokumentasi pribadi)

Veronika yang berumur 24 tahun seakan memiliki kehidupan sempurna--muda dan cantik, punya kekasih, keluarga yang menyayanginya, pekerjaan yang disukainya. Namun ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Maka, pada suatu pagi bulan November yang dingin, Veronika menenggak segenggam pil tidur dan berharap tidak akan bangun lagi. Tapi dia terbangun--di rumah sakit jiwa, dan diberitahu hidupnya tinggal beberapa hari lagi.
Terinspirasi dari peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Coelho sendiri, Veronika Memutuskan Mati mempertanyakan anti kegilaan dan merayakan individu-individu yang dianggap tidak normal berdasarkan standar yang berlaku di masyarakat. Berani dan mencerahkan, kisah ini menggambarkan wanita muda yang berada di persimpangan, antara putus asa dan keinginan untuk bebas, serta apresiasi atas setiap hari yang membawa harapan baru. (Sinopsis Cover Belakang Buku)

Pertama kali membaca judulnya, saya sudah merasa eh. Dalam arti, buku ini—bahkan hanya dari sebatas judul—sudah cukup kuat menyiratkan bahwa penulis mengangkat mengenai isu kesehatan jiwa sebagai tema utama. Tema ini harus diakui belum banyak diangkat sefokus itu dalam buku-buku fiksi di Indonesia. Menarik, pun karena penulisnya, Paulo Coelho, adalah salah satu penulis yang karyanya sudah diakui para pembaca internasional. Saya penasaran bagaimana Paulo menjalin alur cerita dan mengakhirinya untuk sang tokoh utama, Veronika.


Penerjemah           :   Rosemary Kesauly
Penerbit                 :   Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit           :   2018
Jumlah halaman    :   276 halaman
Jenis buku              :   Nonfiksi

Reasons to Stay Alive, Matt Haig (dokumentasi pribadi)

Apa rasanya menjadi orang-orang yang mengalami gangguan kecemasan dan depresi? Ada dorongan yang membanjiri perasaan dan pikiran mereka sampai-sampai tubuh fisiknya pun ikut sakit. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
Matt Haig pernah berada di titik itu. Ia pernah mencoba bunuh diri di pinggir tebing ketika berusia 24 tahun. Serangan panik yang bertubi-tubi dan harapan yang tak lagi terlihat membuatnya berpikir bahwa mengakhiri segalanya adalah hal terbaik. Tetapi, pada langkah terakhir, ia berhenti dan mengurungkan niatnya.
Sampai sekarang, ia menjadi bukti bahwa gangguan kecemasan dan depresi bisa diatasi. Melalui buku itu, Matt Haig akan membagikan pengalamannya, mulai dari gejala depresi, rasanya mendapat serangan panik, hingga apa yang membuatnya bertahan hidup hingga hari ini. Kita akan menyelami apa yang para penderita depresi rasakan dan bagaimana cara membantu mereka (atau bahkan diri sendiri) menjadi lebih baik. (Sinopsis Belakang Buku)

Lagi-lagi kepincut judul yang eh, buku yang masuk kategori nonfiksi ini ternyata memang sudah dilirik pembaca internasional. Masih mengangkat tentang isu kesehatan jiwa (dan bunuh diri), buku karya Matt Haig ini menarik karena ia berani membagikan kisahnya sendiri yang sempat bertarung dengan depresi, gangguan kecemasan, dan keinginan untuk bunuh diri. Saya penasaran apakah memang buku ini bisa “menawarkan” alasan-alasan untuk bertahan hidup bagi rekan-rekan yang bergulat dengan pemikiran untuk bunuh diri.


Penerbit                 :   Buku Mojok
Tahun terbit           :   2018
Jumlah halaman    :   178 halaman
Jenis buku              :   Kumpulan cerpen

Waktu untuk Tidak  Menikah, Amanatia Junda (dokumentasi pribadi)

Kumpulan cerpen "Waktu untuk Tidak Menikah" karya Amanatia Junda ini terdiri dari 14 cerpen dengan tokoh utama perempuan dari berbagai latar belakang dan usia. Ditulis dalam rentang waktu 2012-2017 dan disusun secara acak dalam daftar isi. Beberapa cerpen telah dimuat di beberapa media baik media online maupun media cetak. Benang merah dalam cerpen selain bercerita tentang perempuan, lebih banyak mengajak pembaca menyelami isi kepala tokoh-tokoh yang terkadang random dan melantur dengan ingatan mereka mengenai perkara-perkara personal di masa lalu yang belum terselesaikan dengan baik, atau sesuatu yang tak pernah mereka ungkap di permukaan sebelumnya. Isu-isu yang menjadi konteks sosial beberapa cerita disini juga beragam, seperti perkosaan, kebakaran hutan, korupsi, perempuan tua jalanan, relasi sepasang kekasih, sepasang kakek nenek, sepasang teman perempuan, sepasang ibu anak, dll. (Goodreads)

Hal pertama yang paling menarik perhatian tentang buku ini adalah judulnya, jelas, haha. Bagi saya yang tidak ingin menikah, membaca judul ini seperti menemukan oase di padang gurun. Saya benar-benar ingin tahu apa maksud yang ingin disampaikan penulis dengan memilih judul seperti itu. Ternyata, setelah membaca sinopsis di Goodreads, penulis memang mengisahkan tentang para perempuan, dalam 14 cerita pendek, yang membuat saya makin angguk-angguk kepala yakin untuk memasukkan buku ini ke dalam budget buku saya.


Penerbit                 :   Buku Mojok
Tahun                     :   2018
Jumlah halaman    :   102 halaman
Jenis buku              :   Kumpulan prosa

Perempuan Yang Memesan Takdir, W. Sanavero (dokumentasi pribadi)

Album prosa ini menyingkap sisi lain perempuan yang tengah menjalani takdirnya masing-masing.  Para tokoh di dalamnya mempunyai sudut pandang dalam memaknai cinta, kenangan, keluarga, budaya, pernikahan, bahkan hubungan manusia dengan Tuhan. Keenam belas kisah dalam album prosa ini tercipta dari perenungan yang sunyi--liris, liar, dan acak--sebagai monolog sekaligus dialog untuk menyelami hakikat kehidupan. (Sinopsis Belakang Buku)

Bersebelahan dengan buku Waktu untuk Tidak Menikah, buku Perempuan yang Memesan Takdir ini memang terbit dari penerbit yang sama, Buku Mojok. Pun mengangkat mengenai kisah-kisah para perempuan juga. Saya berpikir dua buku ini memang harus dibeli secara berbarengan, haha. Saya penasaran apa isu spesifik yang diangkat penulis di tiap cerita, dan bagaimana penulis mengisahkannya.


Penerbit                 :   Grasindo
Tahun                     :   2017
Jumlah halaman    :   280 halaman
Jenis buku              :   Novel

Jakarta Sebelum Pagi, Ziggy Z. (dokumentasi pribadi)

“Jam tiga dini hari, sweter, dan jalanan yang gelap dan sepi .... Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya.”
Mawar, hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan adanya stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.
Ketika—tanpa rasa takut—Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta. (Sinopsis Belakang Buku)

Pertama kali mengamati cover, judul, dan sinopsi novel ini, buku ini seperti sejenis bacaan baru bagi saya. Membaca sinopsis buku ini, saya berpikir penulis memiliki imajinasi yang luas dan seru. Buku ini juga mendapat penghargaan Karya Fiksi Terbaik Indonesia 2016 Versi Majalah Rolling Stone. Saya juga suka warna dan desain covernya yang cerah dan artistik. Pun nama penulisnya yang sangat unik, yang saya kira nama pena—ternyata nama aseli akte lahir dong. Saya penasaran sebenarnya apa isi buku ini dan apa kaitannya dengan Jakarta.


Penerbit                 :   Gramedia Pustaka Utama
Tahun                     :   2016
Jumlah halaman    :   232 halaman
Jenis buku              :   Novel

Genduk, Sundari Mardjuki (dokumentasi pribadi)

Genduk adalah sebuah fiksi yang diceritakan dengan gaya memoar. Berkisah tentang seorang bocah perempuan berumur sebelas tahun, yang tinggal di desa paling puncak Gunung Sindoro, Temanggung. Setting dibuat pada tahun 1970-an ketika petani tembakau sudah mulai mengolah tembakau yang masuk kualitas atas di dunia ini untuk dipasok ke pabrik-pabrik rokok.
Genduk melakukan pencarian jati diri dan pencarian atas sosok ayah yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Konflik terjadi ketika Genduk menemukan kenyataan mengenai ayah yang selama ini dirindukannya. Konflik pun bergulir terkait dengan permasalahan yang dialami oleh para petani. (Sinopsis Belakang Buku)

Genduk bagi saya adalah sebuah novel sosial yang mengangkat banyak isu, termasuk tentang petani tembakau. Lagi-lagi tertarik karena tokoh utama adalah seorang bocah berjenis kelamin perempuan, saya juga tertarik dengan kisah Genduk yang melakukan pencarian jati diri dan pencarian sosok ayah yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Saya penasaran bagaimana penulis mengemas seluruh isu ini menjadi satu rangkaian cerita novel. Menarik.


Penerbit                 :   Gramedia Pustaka Utama
Tahun                     :   2019
Jumlah halaman    :   316 halaman
Jenis buku              :   Kumpulan cerpen

Lima Cerita, Desi Anwar (dokumentasi pribadi)

"Tulisan yang terasa kadang personal, emosional, dalam, juga spiritual. Alurnya bisa zig- zag antara kekinian dunia dan ketuaan falsafah. Banyak kata sifat hebat yang bisa dilekatkan ke buku karya Desi Anwar ini, tapi yang paling menarik menurut saya adalah keberanian untuk jujur." A. Fuadi
"Rangkaian cerita pendek yang membawa kita menyelami rimba emosi nan subtil sekaligus akrab lewat peristiwa-peristiwa relevan yang kita semua hadapi dalam hidup: menghadapi kematian, menghadapi proses pendewasaan, menghadapi jatuh cinta dan patah hati. Lima Cerita merupakan debut fiksi Desi Anwar yang tak hanya menjanjikan, tetapi juga mampu mengisi relung batin kita dengan kepuasan." Dee Lestari
"Saya sempat bertanya-tanya apakah ini fiksi atau kisah yang benar-benar terjadi pada orang-orang tersebut. Apa pun, kisah-kisah ini sangat menghanyutkan, seperti saya mengenal mereka secara pribadi." Eka Kurniawan
***
Dalam kumpulan kisah tentang lima kehidupan yang berbeda ini, Desi Anwar mengeksplorasi perasaan-perasaan menyakitkan selama tumbuh dewasa, kerentanan emosi-emosi manusia, dan tantangan-tantangan dalam belajar melayari kompleksitas kehidupan sambil berusaha memahami arti di balik itu semua.
Setiap karakter dalam buku ini, dengan caranya masing-masing, menyadari bahwa untuk dapat memahami dunia ini dan menghadapi realitas yang membingungkan, ia pertama-tama haruslah merengkuh pergolakan batinnya terlebih dahulu—berdamai dengan kerapuhannya sendiri serta mengizinkan semesta bekerja dengan caranya yang tak terduga. (Sinopsis Belakang Buku)

Saya tidak bisa menyangkali bahwa kata-kata “Kisah-Kisah Menjadi Dewasa” dalam cover buku ini adalah hal yang paling menarik hati saya untuk mengambil buku ini dari rak dan membalik untuk membaca sinopsisnya. Benar saja. Ternyata memang dalam buku ini, penulis bertutur tentang proses menjadi dewasa dari lima cerita pendek yang menggambarkan lima kehidupan yang berbeda. Karena saya juga sedang menjalani masa itu, buku ini menjadi satu buku yang mungkin bisa menolong dengan memberikan perspektif meski melalui cerita fiksi. Saya penasaran sebenarnya tentang apa kelima kisah di dalamnya ini.

______________________

Sekian dulu sedikit oleh-oleh dari window shopping saya di toko buku bulan ini. Semoga besok-besok bisa bawa sedikit oleh-oleh lagi jika berkunjung ke toko buku.

No comments:

Powered by Blogger.