Sedikit Oleh-Oleh dari Window Shopping di Toko Buku
Berkunjung ke toko buku
adalah salah satu jenis wisata yang selalu menyenangkan hati. Yang juga senang membeli-membaca buku pasti setuju. Wisata ini murah (tentu
jika sedang tidak banyak berbelanja
buku, kalau belanja banyak sih bisa jadi mahal juga haha), aksesnya gampang
(tidak jauh seperti pantai atau gunung), dan bisa disambil sekalian dengan
hal-hal lain (jika toko buku berada di mall, bisa sekalian makan atau belanja
bulanan). Kadangkala memang
hanya berkunjung saja, semacam window
shopping, untuk melihat-lihat koleksi buku baru atau melihat-lihat apa ada
buku selanjutnya yang bisa dimasukkan ke dalam budget beli buku. Berjalan di antara rak dan begitu banyak buku-buku yang rapi disusun rasanya mood booster sekali.
Photo by Ugur Akdemir on Unsplash |
Bulan ini saya membawa
sedikit oleh-oleh dari window shopping saya
di (beberapa) toko buku (berbeda): rekomendasi tentang buku-buku yang menarik
hati untuk dibeli (dan dibaca selanjutnya, jangan hanya jadi tsundoku yang senang beli dan mengoleksi
buku seringkali tanpa dibaca seperti saya ya. Haha). Siapatahu bisa menarik
hati buat kamu yang membaca tulisan ini juga.
Penerbit
: Grasindo
Tahun
terbit : 2018
Jumlah
halaman : 140 halaman
Jenis
buku : Kumpulan puisi
Pandora, oleh Oka Rusmini (dokumentasi pribadi) |
“Biografi tubuh inilah yang terasa dalam 40 sajak di
kumpulan puisi Pandora ini. Lihatlah bagaimana ia mengurutkan sajak-sajak di
buku ini. Dari mulai Ulat, Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan sajak-sajak yang
mengeksplorasi tema anak (Embrio, Schipol, Pasha, Den Haag), hingga Rahib dan
Jejak. Deretan sajak itu tampak seperti sebuah metamorfosis tubuh.
Tubuh, di tangan penyair kelahiran ini, keluar dan
bahkan meloncat dari bentuk estetiknya. Ia memperlakukan tubuh bagai sebuah
menu santapan (Di meja makan kusantap tubuhku, kuteguk air mataku—sajak
“Kepompong”).
Inilah ketangkasan seorang Oka. Ia menulis, memendam
Bali, mencangkul masa lalu, membenturkan tradisi, meringkus pengalaman hidup,
dan dengan tanpa sungkan menggasak tubuhnya sendiri demi memperoleh sebuah ars
poetica. Inilah “sayap kuat” sajak-sajak Oka, penulis yang menurut saya,
menjadi salah satu wakil terpenting penyair Indonesia mutakhir. (Yos Rizal
Suriaji- “Sebuah Menu Bernama Tubuh” – 2008)” (Sinopsis Cover Belakang Buku)
Buku ini menarik
perhatian saya karena penulisnya, Oka Rusmini, adalah salah satu penulis
favorit saya yang juga saya ikuti karya-karya fiksinya selama dua tahun ke
belakang. Sebenarnya buku ini sudah terbit pertama kali di tahun 2008, tetapi
dicetak ulang pun dengan cover baru oleh penerbit di 2018. Suka dengan cara Oka
Rusmini mengisahkan mengenai Bali, masalah perempuan, adat dan tradisi. Oka
Rusmini memiliki ciri khas yang sangat kuat dalam karya-karyanya—yang saya
lihat sebagai seorang feminis Bali yang sangat berani. Saya penasaran bagaimana
kali ini Oka Rusmini menuturkan kisah-kisah dalam karyanya.
Penerjemah : Lina
Jusuf
Penerbit
: KPG
Tahun
terbit : 2018
Jumlah
halaman : 258 halaman
Jenis
buku : Novel
Veronika Memutuskan Mati, Paulo Coelho (dokumentasi pribadi) |
Veronika yang
berumur 24 tahun seakan memiliki kehidupan sempurna--muda dan cantik, punya
kekasih, keluarga yang menyayanginya, pekerjaan yang disukainya. Namun ada
sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Maka, pada suatu pagi bulan November yang
dingin, Veronika menenggak segenggam pil tidur dan berharap tidak akan bangun
lagi. Tapi dia terbangun--di rumah sakit jiwa, dan diberitahu hidupnya tinggal
beberapa hari lagi.
Terinspirasi dari
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Coelho sendiri, Veronika Memutuskan Mati
mempertanyakan anti kegilaan dan merayakan individu-individu yang dianggap
tidak normal berdasarkan standar yang berlaku di masyarakat. Berani dan mencerahkan,
kisah ini menggambarkan wanita muda yang berada di persimpangan, antara putus
asa dan keinginan untuk bebas, serta apresiasi atas setiap hari yang membawa
harapan baru. (Sinopsis Cover Belakang Buku)
Pertama kali membaca
judulnya, saya sudah merasa eh. Dalam
arti, buku ini—bahkan hanya dari sebatas judul—sudah cukup kuat menyiratkan
bahwa penulis mengangkat mengenai isu kesehatan jiwa sebagai tema utama. Tema
ini harus diakui belum banyak diangkat sefokus itu dalam buku-buku fiksi di
Indonesia. Menarik, pun karena penulisnya, Paulo Coelho, adalah salah satu
penulis yang karyanya sudah diakui para pembaca internasional. Saya penasaran
bagaimana Paulo menjalin alur cerita dan mengakhirinya untuk sang tokoh utama,
Veronika.
Penerjemah : Rosemary
Kesauly
Penerbit
: Gramedia
Pustaka Utama
Tahun
terbit : 2018
Jumlah
halaman : 276 halaman
Jenis
buku : Nonfiksi
Reasons to Stay Alive, Matt Haig (dokumentasi pribadi) |
Apa rasanya menjadi
orang-orang yang mengalami gangguan kecemasan dan depresi? Ada dorongan yang
membanjiri perasaan dan pikiran mereka sampai-sampai tubuh fisiknya pun ikut
sakit. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan untuk bunuh
diri.
Matt Haig pernah
berada di titik itu. Ia pernah mencoba bunuh diri di pinggir tebing ketika
berusia 24 tahun. Serangan panik yang bertubi-tubi dan harapan yang tak lagi
terlihat membuatnya berpikir bahwa mengakhiri segalanya adalah hal terbaik.
Tetapi, pada langkah terakhir, ia berhenti dan mengurungkan niatnya.
Sampai sekarang, ia
menjadi bukti bahwa gangguan kecemasan dan depresi bisa diatasi. Melalui buku
itu, Matt Haig akan membagikan pengalamannya, mulai dari gejala depresi,
rasanya mendapat serangan panik, hingga apa yang membuatnya bertahan hidup
hingga hari ini. Kita akan menyelami apa yang para penderita depresi rasakan
dan bagaimana cara membantu mereka (atau bahkan diri sendiri) menjadi lebih
baik. (Sinopsis Belakang Buku)
Lagi-lagi kepincut judul
yang eh, buku yang masuk kategori
nonfiksi ini ternyata memang sudah dilirik pembaca internasional. Masih
mengangkat tentang isu kesehatan jiwa (dan bunuh diri), buku karya Matt Haig
ini menarik karena ia berani membagikan kisahnya sendiri yang sempat bertarung
dengan depresi, gangguan kecemasan, dan keinginan untuk bunuh diri. Saya
penasaran apakah memang buku ini bisa “menawarkan” alasan-alasan untuk bertahan
hidup bagi rekan-rekan yang bergulat dengan pemikiran untuk bunuh diri.
Penerbit
: Buku
Mojok
Tahun
terbit : 2018
Jumlah
halaman : 178 halaman
Jenis
buku : Kumpulan cerpen
Waktu untuk Tidak Menikah, Amanatia Junda (dokumentasi pribadi) |
Kumpulan cerpen
"Waktu untuk Tidak Menikah" karya Amanatia Junda ini terdiri dari 14
cerpen dengan tokoh utama perempuan dari berbagai latar belakang dan usia.
Ditulis dalam rentang waktu 2012-2017 dan disusun secara acak dalam daftar isi.
Beberapa cerpen telah dimuat di beberapa media baik media online maupun media
cetak. Benang merah dalam cerpen selain bercerita tentang perempuan, lebih
banyak mengajak pembaca menyelami isi kepala tokoh-tokoh yang terkadang random
dan melantur dengan ingatan mereka mengenai perkara-perkara personal di masa
lalu yang belum terselesaikan dengan baik, atau sesuatu yang tak pernah mereka
ungkap di permukaan sebelumnya. Isu-isu yang menjadi konteks sosial beberapa
cerita disini juga beragam, seperti perkosaan, kebakaran hutan, korupsi,
perempuan tua jalanan, relasi sepasang kekasih, sepasang kakek nenek, sepasang
teman perempuan, sepasang ibu anak, dll. (Goodreads)
Hal pertama yang paling
menarik perhatian tentang buku ini adalah judulnya, jelas, haha. Bagi saya yang
tidak ingin menikah, membaca judul ini seperti menemukan oase di padang gurun. Saya
benar-benar ingin tahu apa maksud yang ingin disampaikan penulis dengan memilih
judul seperti itu. Ternyata, setelah membaca sinopsis di Goodreads, penulis
memang mengisahkan tentang para perempuan, dalam 14 cerita pendek, yang membuat
saya makin angguk-angguk kepala yakin untuk memasukkan buku ini ke dalam budget buku saya.
Penerbit
: Buku
Mojok
Tahun : 2018
Jumlah
halaman : 102 halaman
Jenis
buku : Kumpulan prosa
Perempuan Yang Memesan Takdir, W. Sanavero (dokumentasi pribadi) |
Album
prosa ini menyingkap sisi lain perempuan yang tengah menjalani takdirnya
masing-masing. Para tokoh di dalamnya
mempunyai sudut pandang dalam memaknai cinta, kenangan, keluarga, budaya,
pernikahan, bahkan hubungan manusia dengan Tuhan. Keenam belas kisah dalam
album prosa ini tercipta dari perenungan yang sunyi--liris, liar, dan
acak--sebagai monolog sekaligus dialog untuk menyelami hakikat kehidupan.
(Sinopsis Belakang Buku)
Bersebelahan dengan buku Waktu untuk Tidak Menikah, buku Perempuan yang Memesan Takdir ini memang
terbit dari penerbit yang sama, Buku Mojok. Pun mengangkat mengenai kisah-kisah
para perempuan juga. Saya berpikir dua buku ini memang harus dibeli secara
berbarengan, haha. Saya penasaran apa isu spesifik yang diangkat penulis di
tiap cerita, dan bagaimana penulis mengisahkannya.
Penerbit
: Grasindo
Tahun : 2017
Jumlah
halaman : 280 halaman
Jenis
buku : Novel
Jakarta Sebelum Pagi, Ziggy Z. (dokumentasi pribadi) |
“Jam
tiga dini hari, sweter, dan jalanan yang gelap dan sepi .... Ada peta,
petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi
sebelumnya.”
Mawar,
hyacinth biru, dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap
hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan
adanya stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.
Ketika—tanpa
rasa takut—Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya
mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar
apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang
terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta. (Sinopsis Belakang
Buku)
Pertama kali mengamati
cover, judul, dan sinopsi novel ini, buku ini seperti sejenis bacaan baru bagi
saya. Membaca sinopsis buku ini, saya berpikir penulis memiliki imajinasi yang
luas dan seru. Buku ini juga mendapat penghargaan Karya Fiksi Terbaik Indonesia
2016 Versi Majalah Rolling Stone. Saya
juga suka warna dan desain covernya yang cerah dan artistik. Pun nama
penulisnya yang sangat unik, yang saya kira nama pena—ternyata nama aseli akte
lahir dong. Saya penasaran sebenarnya apa isi buku ini dan apa kaitannya dengan
Jakarta.
Penerbit
: Gramedia
Pustaka Utama
Tahun : 2016
Jumlah
halaman : 232 halaman
Jenis
buku : Novel
Genduk, Sundari Mardjuki (dokumentasi pribadi) |
Genduk
adalah sebuah fiksi yang diceritakan dengan gaya memoar. Berkisah tentang
seorang bocah perempuan berumur sebelas tahun, yang tinggal di desa paling
puncak Gunung Sindoro, Temanggung. Setting dibuat pada tahun 1970-an ketika
petani tembakau sudah mulai mengolah tembakau yang masuk kualitas atas di dunia
ini untuk dipasok ke pabrik-pabrik rokok.
Genduk
melakukan pencarian jati diri dan pencarian atas sosok ayah yang tidak pernah dilihatnya
seumur hidup. Konflik terjadi ketika Genduk menemukan kenyataan mengenai ayah
yang selama ini dirindukannya. Konflik pun bergulir terkait dengan permasalahan
yang dialami oleh para petani. (Sinopsis Belakang Buku)
Genduk bagi saya adalah
sebuah novel sosial yang mengangkat banyak isu, termasuk tentang petani
tembakau. Lagi-lagi tertarik karena tokoh utama adalah seorang bocah berjenis
kelamin perempuan, saya juga tertarik dengan kisah Genduk yang melakukan
pencarian jati diri dan pencarian sosok ayah yang tidak pernah dilihatnya
seumur hidup. Saya penasaran bagaimana penulis mengemas seluruh isu ini menjadi
satu rangkaian cerita novel. Menarik.
Penerbit
: Gramedia
Pustaka Utama
Tahun : 2019
Jumlah
halaman : 316 halaman
Jenis
buku : Kumpulan cerpen
Lima Cerita, Desi Anwar (dokumentasi pribadi) |
"Tulisan
yang terasa kadang personal, emosional, dalam, juga spiritual. Alurnya bisa
zig- zag antara kekinian dunia dan ketuaan falsafah. Banyak kata sifat hebat
yang bisa dilekatkan ke buku karya Desi Anwar ini, tapi yang paling menarik
menurut saya adalah keberanian untuk jujur." A. Fuadi
"Rangkaian
cerita pendek yang membawa kita menyelami rimba emosi nan subtil sekaligus
akrab lewat peristiwa-peristiwa relevan yang kita semua hadapi dalam hidup:
menghadapi kematian, menghadapi proses pendewasaan, menghadapi jatuh cinta dan
patah hati. Lima Cerita merupakan debut fiksi Desi Anwar yang tak hanya
menjanjikan, tetapi juga mampu mengisi relung batin kita dengan kepuasan."
Dee Lestari
"Saya
sempat bertanya-tanya apakah ini fiksi atau kisah yang benar-benar terjadi pada
orang-orang tersebut. Apa pun, kisah-kisah ini sangat menghanyutkan, seperti
saya mengenal mereka secara pribadi." Eka Kurniawan
***
Dalam
kumpulan kisah tentang lima kehidupan yang berbeda ini, Desi Anwar
mengeksplorasi perasaan-perasaan menyakitkan selama tumbuh dewasa, kerentanan
emosi-emosi manusia, dan tantangan-tantangan dalam belajar melayari
kompleksitas kehidupan sambil berusaha memahami arti di balik itu semua.
Setiap
karakter dalam buku ini, dengan caranya masing-masing, menyadari bahwa untuk
dapat memahami dunia ini dan menghadapi realitas yang membingungkan, ia
pertama-tama haruslah merengkuh pergolakan batinnya terlebih dahulu—berdamai
dengan kerapuhannya sendiri serta mengizinkan semesta bekerja dengan caranya
yang tak terduga. (Sinopsis Belakang Buku)
Saya tidak bisa
menyangkali bahwa kata-kata “Kisah-Kisah Menjadi Dewasa” dalam cover buku ini
adalah hal yang paling menarik hati saya untuk mengambil buku ini dari rak dan
membalik untuk membaca sinopsisnya. Benar saja. Ternyata memang dalam buku ini,
penulis bertutur tentang proses menjadi dewasa dari lima cerita pendek yang
menggambarkan lima kehidupan yang berbeda. Karena saya juga sedang menjalani
masa itu, buku ini menjadi satu buku yang mungkin bisa menolong dengan memberikan
perspektif meski melalui cerita fiksi. Saya penasaran sebenarnya tentang apa
kelima kisah di dalamnya ini.
______________________
Sekian dulu sedikit
oleh-oleh dari window shopping saya
di toko buku bulan ini. Semoga besok-besok bisa bawa sedikit oleh-oleh lagi
jika berkunjung ke toko buku.
No comments: