2021, Thank You
Akhirnya, tahun
kedua pandemi berlalu juga. Setelah susah-payah menutup tahun 2020, ternyata
menutup tahun 2021 tidak kalah susahnya. Kenapa lebih susah? Secara umum karena
pandemi panjang, tahun ini saya resmi menjadi 30 tahun, dan beberapa soal
terkait awal yang baru. Ditambah, tahun ini, saya kehilangan salah satu dari
tiga kucing kami di Depok. Tulisan ini sendiri—walau akan dipublikasi di 1
Januari 2022 dalam halaman blog—sebenarnya baru bisa rampung saya selesaikan di
bulan Februari 2022. Lagi-lagi, selain sebagai ritual tutup tahun sejak 2017,
kali ini juga sebagai satu bentuk upaya untuk berdamai dengan tahun yang baru
saja lewat. Supaya 2021 dan apa-apa yang terjadi di sepanjang ceritanya tidak
perlu saya sesali lagi, tetapi bisa saya lalui.
Photo by Markus Winkler on Unsplash |
1. Belajar mulai
membuat ecobricks untuk pertanggungjawaban sampah plastik.
Melanjutkan
perjalanan 2020 dimana saya (tidak sengaja) mulai belajar ramah lingkungan,
tahun ini eksplorasi saya dalam isu lingkungan mendorong saya mencoba
langkah-langkah baru: memilah sampah dalam kategori lebih banyak dan mulai membuat
ecobricks. Saya menyadari bahwa saya masih butuh rutin mengonsumsi beberapa produk dengan plastik, maka setidaknya ini upaya yang perlu saya lakukan. Membuat ecobricks ternyata tidak sesulit, tapi juga tidak semudah
itu: memisahkan sampah plastik dengan memastikan semua bersih (beberapa harus
dicuci-dikeringkan dulu), mengumpulkannya, memotong-motong semuanya
kecil-kecil, memasukkannya dengan sabar ke dalam botol sampai padat—yang butuh
waktu tidak instan. Saya masih belajar, dan terus belajar, sambil merayakan progress pembelajaran ini.
(Dokumentasi Pribadi) Project ecobricks saya yang ditargetkan bisa bikin satu meja mini. |
2. Menyelesaikan baca 60 buku untuk
#ReadingChallenge2021 Goodreads.
Target saya tahun ini sebenarnya hanya 30 buku cukup, tapi ternyata 30 buku (dengan ajaib) dapat selesai di bulan pertama Januari 2021. Setelah itu, saya jadi lebih ambisius untuk bisa menyelesaikan baca 50 buku dalam setahun. Tahun lalu, sering terkesima, ketika ketemu kawan-kawan di klub buku virtual yang bisa membaca 50 buku setahun. Ketika akhirnya bisa menyelesaikan 60 buku, rasanya jelas bahagia. Apalagi dalam daftar 60 buku itu, ada banyak buku yang memang ingin saya baca sejak lama (khususnya The Handmaid’s Tale dari Margaret Atwood yang menurut saya: masterpiece). Oh ya, ternyata sistem pinjem-baca e-book di IPusnas sangat membantu (lebih dari 50 buku ini saya pinjam-baca di IPusnas).
(Dokumentasi Pribadi) Goodreads Reading Challenge 2021, dan beberapa judul e-book favorit yang saya baca-pinjam di aplikasi IPusnas dari Perpustakaan Nasional RI. |
3. Lebih banyak buku.
Tahun ini, tanpa
direncanakan, saya menambahkan 28 buku baru dalam koleksi buku saya. Jumlah
yang tidak sedikit dan cukup menghabiskan budget (paling susah rasanya menahan
untuk tidak beli buku, duh). Banyak di antaranya adalah buku-buku feminis, yang
saya beli di Wanita Baca (@wanitabaca). Post Bookshop dan Gramedia juga toko
lain dimana saya banyak window shopping (karena kasus pandemi yang tinggi,
sulit rasanya berkunjung langsung ke toko buku) berakhir dengan judul-judul
buku di dalam cart. Guilty pleasure, karena banyak beli tapi dibacanya nanti (masuk TBR, duh). Tetap, saya bersyukur membelanjakan uang yang dicari susah-susah untuk buku-buku, hehe.
(Dokumentasi Pribadi) Beberapa buku yang paling berkesan bagi saya di 2021. |
4. Jakarta Binalle 2021 di Museum Nasional.
Setelah penat
#dirumahaja selama pandemi tahun ini, menutup tahun dengan Pameran Jakarta
Binalle 2021 di Museum Nasional menjadi kelegaan sendiri. Sudah lama saya ingin
ke pameran seni. Pergi bersama sister Ruthie, pameran yang memantik percakapan
tentang “Esok” ini menarik sekali. Kolaborasi para seniman, undangan karya
partisipatif bagi pengunjung, dan kreativitas dalam kritik
sosial-politik-budaya yang disuguhkan membuat saya ikut merenungi tentang
kehidupan ‘esok hari’.
(Dokumentasi Pribadi) Serangkaian foto dari Pameran ESOK di Jakarta Bienalle 2021, Museum Nasional. |
5. Awal yang baru.
Di tahun 2021 ini,
saya juga banyak menemui awal yang baru. Salah satunya dimulai Maret 2021.
Banyak lika-liku dan proses adaptasi yang tidak selalu mudah (dan keteguhan agar tidak kecil hati), tapi saya tetap
bersyukur. Bersyukur untuk awal baru yang juga membuka awal-awal baru
lainnya.
6. Bunga bakung di taman, seperti lagu sekolah minggu.
Di lika-liku 2021,
salah satu penghiburan yang sempat mengherankan saya adalah bunga bakung di taman. Bunga bakung, atau
disebut juga dengan bunga lily (Lilium regale), yang berwarna putih, tanpa diduga mekar di
halaman rumah tepat di saat saya butuh penghiburan. Sebenarnya, sebatas melihat
ada bunga yang bisa tumbuh mekar tanpa dirawat di halaman (tanaman ini sudah
ditanam keluarga lebih dari 10 tahun lalu tapi selama ini jarang sekali atau bahkan tidak
pernah berbunga dalam setahun), sudah merupakan kebahagiaan sendiri—saya tidak
tahu bahwa bunga bakung itu seperti ini lho bentuknya, sampai sahabat saya
Justice mengingatkan: membuat pengalaman ini menjadi sebuah momen refleksi
spiritual. Mengingatkan saya akan lagu sekolah minggu, KJ. 385. It spoke to my soul: bunga bakung di padang / diberi keindahan / terlebih diriku / dikasihi Tuhan.
(Dokumentasi Pribadi) Bunga-bunga bakung yang sempat saya jepret di masa mekarnya. |
7. Akhirnya menjadi 30 tahun.
Sebenarnya, saya
tidak bisa bilang menyukai usia 30 tahun—tidak mudah melepas angka 20-an di hitungan usia, nyatanya. Tapi, saya sadar, usia 30 tahun memiliki pengalaman barunya
sendiri yang berbeda dari usia 20-an, dan itu (juga) layak dinantikan dan dinikmati.
Saya merayakannya dengan sederhana, hanya dengan menghadiahi diri sendiri sebuah buku yang sudah
lama ada dalam daftar beli—Jesus
Feminist (itupun, karena buku ini harus diimpor, saya harus rela menunggu berbulan-bulan untuk selesai mengurus bea cukai, lewat dari tanggal ulang tahun ke-30 saya). Saya berharap di usia yang lebih dewasa ini, perspektif saya akan
kesetaraan gender bisa jadi lebih luas, melingkupi ranah keimanan.
(Dokumentasi Pribadi) Kiri: book package of Jesus Feminist, Tengah: uban pertama saya muncul di usia 30 tahun, Kanan: a simple beautiful thing from Into The Light Id. |
8. S-Pen Black-A kembali bisa digunakan setelah rusak
kerendam air di 2019.
Salah satu
‘keajaiban’ lain selain bunga bakung di taman yang saya syukuri tahun ini
adalah S-Pen Tablet Samsung saya (saya beri nama Black-A), pulih kembali.
Ajaib, karena setelah tablet saya kerendam banjir di 2019 akibat cuaca-amat-buruk dan fitur S-Pen ini
rusak—Samsung Service Center yang saya kunjungi bahkan bilang, fitur ini tidak bisa diperbaiki. Sesuatu
yang sangat saya sesali dan sayangkan, mengingat tablet jenis ini sudah tidak
lagi diproduksi dan fitur itu salah satu yang saya butuhkan dari Black-A. Tahun
ini, berawal ketika tablet saya selip dan jatuh keras (jarang terjadi, sempat cemas), saya
terkejut sendiri ketika fitur S-Pen malah jadi pulih lagi. Sulit dijelaskan,
tapi sungguh keajaiban.
(Dokumentasi Pribadi) Dear Black-A and its S-Pen, yay! |
9. Tiga komunitas dengan semangatnya masing-masing.
Tahun 2021 ini,
saya bersyukur masih bisa belajar bareng kawan-kawan dari tiga komunitas dimana
saya bergabung saat ini. Meskipun segala kegiatan kerelawanan dilakukan secara
daring karena pandemi, saya tetap mengapresiasi setiap pengalaman dan
pengetahuan. Bersama kawan-kawan Komunitas Perempuan Berkisah, saya belajar
lebih banyak mengenai konseling feminis dan pendampingan rekan perempuan korban
kekerasan berbasis gender. Bersama kawan-kawan Into The Light Indonesia, saya
belajar lagi mengenai International
Survivors of Suicide Loss Day. Bersama kawan-kawan Pustaka Protonema, saya
belajar lebih dalam mengenai simpul keterkaitan antara isu lingkungan dan ketidakadilan
gender.
10. Studi ekofeminisme bersama kawan-kawan Pustaka Protonema.
Sejak belajar
mengenai ekofeminisme di salah satu sesi Feminist Festival 2021, perhatian saya
terhadap isu lingkungan saya lanjutkan dengan bergabung dengan komunitas Pustaka Protonema
tahun ini. Bersama kawan-kawan di Pustaka Protonema, juga Ruang Baca Puan, saya banyak sekali belajar
pengetahuan baru seputar ekofeminisme di tahun 2021. Apalagi, di sesi-sesi obrolan seru di
Protonema’s Day.
Kiri: bareng @ruangbacapuan, Kanan: bareng @pustakaprotonema |
11. Foto bunga dari Utari & Getha, foto kucing
dari Kak Julia.
Di tengah pandemi
panjang dan keharusan untuk menjaga jarak sehingga pertemuan sosial hanya bisa
dilakukan via ruang chat dan zoom (selain jarak yang jauh), foto-foto bunga beragam warna dan bentuk (juga foto kucing) yang
dikirimkan sahabat dan kawan bisa menjadi penghibur hati sekali. Apalagi, jika domisili di sumpeknya sudut Jabodetabek yang minim ruang hijau luas terawat-terbuka.
Foto-foto bunga dari Eropa (dari sohib Utari, di UK dan dari sister Getha, di Jerman). |
12. Perjalanan ke Nusa Penida, Bali.
Di masa kasus
sudah lebih reda, dengan ketat protokol kesehatan, tahun ini bisa mengunjungi Pulau Dewata lagi untuk beberapa hari dalam rangka perjalanan dinas. Kali pertama, saya menyeberang ke Nusa Penida. Setidaknya, sejenak bisa menghirup-menghembuskan
nafas dari hiruk-pikuk Jabodetabek dan menjalin koneksi lagi dengan vitamin sea. Laut biru dan langit biru memang tidak pernah mengecewakan.
(Dokumentasi Pribadi) Beberapa foto perjalanan. |
13. Screening film di #womenonfilms.
Di Agustus 2021,
saya ikut menghadiri secara virtual screening
film pendek yang mengkampanyekan isu kekerasan seksual, Two Language and a Sausage. Undangan ini
dikirimkan rekan-rekan dari Inteamates, kepada @womenonfilms. Dari acara itu,
saya dikirimi paket sebuah mood journal feel
to heal—setelah terpilih menjadi peserta yang mengisi formulir feedback
terfavorit mereka (mood journal ini bisa dibeli disini ya).
Kiri ke kanan: poster film "Two Language and a Sausage", poster acara film screening Mulih-Feel to Heal, dan Mood Journal dari Inteamates. |
14. Yang virtual dan baru: Kolaseru! Workshop &
KALM Workshop.
Walaupun tahun
kedua pandemi sudah mulai lelah dengan pertemuan-pertemuan virtual di Zoom,
Google Meet, atau platform lainnya—beberapa workshop yang saya ikuti di 2021 masih
sanggup memantik rasa excitement.
Yang paling berkesan adalah Kolaseru! Workshop (belajar kolase sebagai media
seni untuk gerakan feminis) dan KALM Workshop (ranah psikologi yang bantu
memperlengkapi diri).
(Dokumentasi Pribadi) Kolase yang (coba) saya susun ketika Workshop Kolaseru! (belum selesai) |
15. Christmas Gift dari Justice & The Lonely Book
Reader Package.
Baru sekali ini,
selepas kuliah, natalan-tahun baruan saya habiskan tanpa dapat hari libur sama
sekali. Boro-boro cuti, natalan dan tahun baruan jatuh tepat di tanggal weekend, dan
karena pandemi, pemerintah melarang ‘hari libur’ untuk mencegah mudik (24
Desember dan 31 Desember terhitung hari kerja, sedih ya). Di tengah segala
situasi melankolis itu, Christmas hampers (yang gak disangka-sangka) dari
Justice dan The Lonely Book Reader Package yang saya hadiahkan untuk diri sendiri
dari Post Bookshop, bantu sekali untuk melalui natal dan tahun baru tahun ini.
(Dokumentasi Pribadi) Kiri: Christmas gift from Justice, Kanan: Bookmail from Post Bookshop, The Lonely Reader Care Package. |
16. Diskusi-diskusi feminis seru di Ruang Baca Saudari.
Setelah banyak
ikut klub buku di 2020, di 2021 saya mengerucutkan opsi spesifik ke satu klub
buku saja—klub buku dari Komunitas Perempuan Hari Ini dan Indonesia Feminis, yang khusus
mendiskusikan buku-buku feminis. Klub buku ini disebut Ruang Baca Saudari, sebuah klub buku khusus perempuan dan dimaksudkan sebagai ‘safe space’ sehingga penyeleksian anggota juga cukup ketat.
Buku-buku yang dibahas tahun ini isinya daging semua, suka!
Beberapa tema Ruang Baca Saudari yang saya ikut menyimak di 2022. |
17. Bisa bertahan di tahun kedua pandemi.
Yang ini harus
jadi highlight, mengingat betapa
tidak mudahnya. Apalagi sehabis lebaran, kasus sempat naik tajam dan angka
kematian karena virus COVID-19 mengkhawatirkan. PPKM ketat dan kantor pun
sempat WFH total 100%. Tahun ini, saya telah mendapat dua kali vaksinasi
sebelum kasus melonjak, yang membuat hati cukup lega untuk tetap keluar rumah
(WFO). Menjaga pikiran dan perasaan, selain menjaga fisik, merupakan sebuah
usaha juang. Meski begitu, tetap ikut berdukacita untuk semua yang kehilangan
di sepanjang 2021.
(Dokumentasi Pribadi) Salah satu dari sekian banyak upaya menghindari virus COVID-19. |
18. Serial seru Netflix & VIU, yang sudah menemani
tahun kedua pandemi.
Terhubung ke poin
17, Netflix dan VIU betul-betul membantu menjaga kewarasan di tahun 2021.
Setidaknya, serial-serialnya bisa bantu mendistraksi pikiran dari segala cemas
karena pandemi. Beberapa serial favorit yang saya tonton di 2021 saya cantumkan di bawah ini ya.
Beberapa serial ter-favorit saya yang saya tonton di 2021. |
19. Lingkaran sosial (inner circle).
Tahun ini, saya
berterima kasih (lagi) kepada kawan, sister,
dan sahabat-sahabat saya: untuk bantu menjaga kewarasan di sepanjang
pandemi dengan obrol di ruang chat atau ketemuan virtual di Zoom/Google Meet,
atau bahkan di awal tahun ketika pandemi masih belum ngelunjak lagi, sempat
ketemuan luring juga. Dengan pembincangan ringan sampai sharing heart-to-heart.
(Dokumentasi Pribadi) Kiri: pertemuan luring di Jakarta, Kanan: virtual meeting yang menjembatani jarak Nottingham-Medan-Depok-Karawang. |
20. Tahun keempat bersama Ayi & Oreo.
Tahun ini, Ayi dan
Oreo genap berusia 4 tahun—berarti sudah 4 tahun kebersamaan dengan
kucing-kucing saya ini. Time flies. Namun,
tahun ini juga, saya kehilangan Momong (yang sudah 6 tahun) tanpa saya duga. Momong
lenyap, sejak September 2021. Sama sekali tidak pernah pulang lagi. Melalui ini
tidak mudah, tapi kebersamaan dengan Ayi dan Oreo membantu banyak sekali.
(Dokumentasi Pribadi) Kiri: Oreo, Kanan: Ayi, Tengah: Momong dear, last photo. |
21. Hal-hal sederhana lainnya yang membantu melalui
2021.
Pohon natal mini
yang sederhana di atas rak buku dan creamy
spaghetti untuk hari natal, pesan "hai
kak yuli, have a good day :)" di cup kopi Starbucks, dua paket make-up yang free dari komunitas yang membuat saya bisa berhemat budget, paket makanan yang jauh-jauh disiapkan dan dikirim Mama dari Medan yang cemas dengan gizi anaknya, mini gift box sederhana untuk sohib Cidhu, langit senja terpampang di
depan rumah, kado handmade sepaket
karya rajutan sohib Cidhu, tamu kupu-kupu di teras rumah, dan cereal with milk and strawberry untuk
membuka weekend pagi.
(Dokumentasi Pribadi) Because simple things matter. |
________________________
Tahun kedua
pandemi memang tidak mudah dijalani dan dilalui (ditambah segala awal yang baru
itu). Pertambahan kasus naik dan turun, switch
antara WFH dan WFO seturut aturan PPKM terbaru, kadangkala ngeri sendiri
menghadapi KRL yang masih penuh orang meski masih pandemi, hidung yang dicolok
untuk swab antigen, sampai mikir berulang kali hanya untuk pergi keluar rumah
jika tidak sangat terpaksa. Blog ini terkena imbas, bersama writer’s block menghampiri, hanya dua tulisan yang berhasil
diselesaikan dan dipublikasi. Termasuk beberapa kelas online yang akhirnya expired dan #womenonfilms project yang
terkendala. Niat saya untuk meneruskan menulis fiksi lagi juga terpaksa tidak kontinu dulu di tahun ini. Ternyata, tidak mudah membagi fokus dan mempertahankan diri sendiri
agar tidak goncang setelah beberapa banyak
angin ribut. Di tahun kedua pandemi, saya sadar, saya juga ternyata harus lebih
banyak berbaik hati pada diri sendiri.
Jika boleh
dirangkum dalam tiga kata, setelah mengubek-ubek KBBI, maka 2021 bagi
saya secara personal bisa disimpulkan sebagai taksa, puspas, dan daya :
tak.sa
a mempunyai makna lebih dari satu; kabur atau meragukan
(tentang makna); ambigu.
pus.pas
a campur aduk.
da.ya
1. n kemampuan
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak
2. n kekuatan;
tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dan sebagainya)
3. n muslihat
4. n akal;
ikhtiar; upaya
5. n kemampuan
untuk menghasilkan kekuatan maksimal dalam waktu yang minimal.
(Sumber: KBBI
Online).
Di tengah kemelut
pandemi, 2021 bisa dibilang (kadangkala) ‘meletup-letup’ dengan rasa kecewa
dipadu keterkejutan dan kebingungan, yang rasanya tidak perlu dijelaskan disini.
Tapi, kekecewaan butuh diatasi. Keterkejutan butuh dilalui. Kebingungan perlu
diselesaikan. Sekali lagi, saya belajar untuk memaknai ulang hal-hal yang
terjadi—apalagi yang terkait dengan momen-momen dimana kekecewaan menguap setelah
meletup itu—untuk perspektif yang lebih baik. To survive better. Dekonstruksi, dan bukan sekedar rekonstruksi. Learn,
unlearn, and relearn.
2021, thank you.
No comments: