Kucing, Saya, & Mimpi Buruk di Malam Awal Tahun Baru

February 17, 2019

Terkejut, saya bangun dari tidur dan mendapati air mata sudah turun deras di wajah saya. Pagi belum datang, masih lewat tengah malam, dan saya sudah terbangun dari mimpi yang rasanya begitu buruk. Saya tak sering mengalami mimpi seperti ini. Hanya sesekali, ketika rasanya sedang penat sekali. Mimpi buruk yang tak menyoal hantu-hantu, tapi cerminan kekuatiran dan ketakutan psikologis yang mungkin terpendam di dalam pikiran dan hati, kemudian terefleksi sebegitu kuatnya di dalam mimpi. Saya merasa mimpi buruk seperti ini jauh lebih menakutkan dan menggelisahkan dibandingkan mimpi bertemu hantu.

Photo by James Sutton on Unsplash

Rasanya senyata itu. Saya tak hanya menangis di alam bawah sadar itu, tetapi juga ketika saya bangun di alam sadar. Dengan perasaan yang sebegitu awut dan campur aduk. Dengan kesedihan yang menyergap tiba-tiba, tak bisa tak diacuhkan begitu saja. Saya masih sangat ingin menangis setelah saya terbangun—dan begitulah, tangis itu berlanjut. Sampai tangan saya menyentuh bulu-bulu yang halus lembut.

Saya menolehkan kepala ke atas. Kucing saya, Oreo, ternyata sedang tiduran percis di samping kepala saya—dengan kedua mata yang memandangi saya, seolah mengerti dan kuatir sekaligus melihat air mata saya dan perasaan kalut yang tak bisa disembunyikan setelah mimpi yang begitu buruk tadi.

Keberadaan Oreo disana, di sebelah saya, membuat saya merasa lebih tenang. Lega. Tidak sendirian. Di rumah saat itu memang hanya ada saya, selain kucing-kucing, karena keluarga sedang berkumpul di kota lain untuk momen tahun baru. Saya memilih tinggal di rumah itu untuk menjaga dan mengurus kucing-kucing kami. Jadi, terbangun lewat tengah malam karena mimpi buruk ketika sedang di rumah sendirian, terasa cukup sepi.

Saya hapal, Oreo jarang mau tidur disana—di sisi tempat tidur di sebelah kepala saya. Biasanya ia akan memilih sisi tempat tidur yang lebih atas dan lebih luas. Tapi memang Oreo adalah kucing yang paling peka terhadap perasaan kami, saya dan adik saya, hooman-nya, dibandingkan kucing-kucing kami yang lain. Ia sepertinya paham jika adik saya sedang merasa sakit di badannya—Oreo akan naik ke tempat tidur, mendekati, mencium dan mengeluskan bulu dan kepalanya ke wajah adik saya—seperti ingin menghibur setulus hati. Ia selalu masuk ke dalam kamar menemui saya, tepat dimana saya merasa rumah begitu sepi—lalu memilih tidur nyenyak di sebelah laptop saya, seperti ingin menemani.

Jadi, tengah malam itu, di awal tahun baru, saya merasa Oreo juga seperti bisa merasakan bahwa sesuatu yang tidak baik sedang terjadi pada saya.

Saya masih membiarkan air mata saya mengalir, sambil mengelus lembut bulu Oreo. Sebagai upaya memvalidasi emosi sendiri, bahwa kesedihan saya adalah sesuatu yang wajar setelah mimpi seburuk itu. Oreo tetap disana. Memandangi saya dengan tatapan naif kucingnya. Membiarkan saya merasa jauh lebih tenang dengan keberadaannya. Sampai akhirnya saya merasa lelah dan tertidur lagi. Di sebelah kucing saya, Oreo. Lewat tengah malam, di beberapa hari setelah awal tahun baru.



p.s. :

Loyalitas Kucing—Kamu Perlu Tahu

Mungkin tidak semua orang tahu, tapi kucing adalah salah satu binatang peliharaan yang setia—tak kalah setia dari anjing. Saya tidak sreg dengan pendapat orang-orang yang sering menyandingkan kucing dan anjing, menempatkan anjing jauh lebih baik dibandingkan kucing. Pada kenyataannya, setelah dua tahun lalu mulai mengadopsi kucing, saya mengalami sendiri bahwa kucing memiliki keunikan.

Photo by Krista Mangulsone on Unsplash

Dibandingkan anjing, kucing memang binatang yang independen, membutuhkan me-time yang harus seimbang dengan waktu bersama hooman-nyaditambah, kucing tidak perlu dibawa berjalan-jalan dan bisa mandi sendiri. Kemandirian kucing ini yang mungkin membuat orang-orang berpikir bahwa kucing tak seloyal itu (saya heran mengapa kemandirian kadangkala dikaitkan dengan perihal loyalitas). Namun, bicara soal loyalitas—kucing juga tidak perlu diragukan.

Kucing saya, selalu tahu dan tak lupa pulang ke rumah, meski kadangkala sering saya lepas keluar rumah. Kucing saya, selalu tak lupa mencari-cari saya dan adik saya jika ia tidak kelihatan di depan mata (kadang sampai mengeong-ngeong panik, seperti kecarian anaknya). Kucing saya, selalu mengikuti kami ketika kami pergi keluar rumah, sampai di titik dimana mereka merasa kami harus berhenti karena ini batas wilayah kami—tapi sesetia dan sesabar itu menunggu disana atau di teras rumah sampai melihat kami kembali.

Jadi, kucing juga binatang peliharaan, bagian dari keluarga, dengan loyalitas tinggi, kan? ;)

No comments:

Powered by Blogger.