2019, Thank You

December 30, 2019

Tentang tahun 2019 yang sederhana, yang tidak bisa saya simpulkan lebih baik dari 2018, yang punya banyak kejadian yang terjadi di luar rencana—saya tak mudah untuk merangkumnya. Namun, saya tetap berusaha juga, sampai akhirnya tulisan ini rampung jadi. Saya menuliskan ini, sebenarnya hanya demi berusaha berdamai dengan tahun ini. Saya menuliskan tulisan ini lebih ditujukan sebagai pengingat kepada diri sendiri, ‘oh, meski tahun ini lelah dan berat, saya masih punya banyak kenangan yang baik kok.’ Sebuah pengimbang akan hari-hari buruk, lelah dan berat yang dialami di tahun 2019.

Photo by magnezis magnestic on Unsplash

Seperti satu hal penting yang saya pelajari di tahun ini, ‘not everyday is good, but there is something good in everyday,’—sama, tahun ini juga, ‘tidak semua hari baik, tapi masih ada hari-hari yang baik kok.’ Atau mungkin, saya sedang dilatih belajar untuk menemukan hal-hal baik di balik hal-hal yang rasanya tidak baik. Atau bahkan, belajar menerima hal-hal tidak baik yang terjadi di luar kendali dan ekspektasi. Secara bersamaan pun sedang belajar untuk merayakan hal-hal kecil, hal-hal sederhana, hal-hal yang biasa saja.

1. Dapat SIM A & akhirnya bisa menyetir mobil. Meski prosesnya sulit menantang bagi saya di awal tahun ini, harga kerja kerasnya terbayar sudah dengan mulai mahirnya saya menyetir mobil dan bisa mengantar ayah-ibu-keluarga kemana-mana. Selama ini, "belajar menyetir mobil" tidak pernah ada dalam bucket list saya, tapi siapa sangka, karena kondisi tidak terduga, ternyata terlalui juga.


Menjadi 'supir' keluarga :')

2. Terharu-biru, ayah kami genap berusia 70 tahun sudah. Apalagi menyadari betapa pertambahan usia yang membuka perjalanan kepala 7 ayah ini adalah anugerah Tuhan semata, jika mengingat ayah sempat berada antara hidup dan mati karena serangan stroke dengan pembuluh darah pecah di kepalanya yang memaksa ayah saya melalui dua kali operasi bedah kepala di akhir tahun lalu.

Perayaan sederhana ulang tahun ke-70 ayah bersama FA 007 GBI HDTI Medan

3. Gagal CPNS, menuntun untuk refokus dulu pada keluarga. Tidak mudah membuka awal tahun ini dengan realita, ternyata saya gagal Tes CPNS 2018 di tahap paling terakhir (tahap ketiga), memperoleh peringkat lima dari empat orang yang dipilih berdasar rangking nilai untuk formasi jabatan yang saya lamar—tapi saya berusaha mengambil hikmahnya saja. Mungkin saya harus pulang dulu ke Medan, untuk membantu mengurus ayah pasca serangan stroke dan refokus diri pada keluarga yang selama 10 tahun merantau sudah banyak saya lupakan.

4. Melalui suka-duka fisioterapi ayah. Tahun ini saya belajar betapa tidak mudahnya menjadi seorang caregiver. Suka-duka fisioterapi pasien stroke inipun ceritanya panjang sekali. Dari terapis yang datang ke rumah, sampai kami yang datang ke RS dengan layanan BPJS. Belum lagi, ditambah operasi katarak ayah di bulan Maret dan readaptasi terhadap kondisi ayah pasca stroke yang masih mengalami kelumpuhan badan sebelah kanan. Perjalanan yang tidak mudah, tapi membantu saya merenungi begitu banyak hal. Begitu banyak.

5. Kunjungan Ibu Menteri PUPR menjenguk ayah ke rumah di Medan. Terkejut, haru, lega dan bahagia, untuk apresiasi Bapak & Ibu Menteri PUPR kepada Ayah, untuk lagu Mars Kementerian PUPR karangan Ayah (di tahun 1986) yang tetap dinyanyikan sampai saat ini, untuk kepeduliaan Kementerian PUPR di masa-masa sulit ayah pasca serangan stroke. Bagi keluarga kami, ini sungguh berkesan sekali. Apalagi, lagu Mars Kementerian PUPR karangan Ayah ini adalah lagu yang juga mempertemukan Ayah dan Ibu, sehingga bisa akhirnya menikah dan saya bisa lahir, hehe.

Kunjungan Ibu Menteri PUPR, Ibu Kartika Nurani (istri Bapak Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono)

6. Ikut merayakan wisuda sister Ruthie di bulan Februari. Salah satu kenangan menyenangkan di awal tahun ini. Untuk segala perjuangannya selama ini, selesai sudah, berakhir dengan haru dan bahagia.

Bersama Ruthie (juga Rae & Getha), Balairung UI 2019

7. Ikut acara Nobar AF (Alliance Francaise) Medan untuk film animasi isu imigran. Ada dua film yang saya tonton—Wardi (2018) dan Funan (2018). Wardi (2018) adalah sebuah film yang menceritakan kisah imigran dari Palestina, dalam konflik perebutan wilayah dengan Israel—diceritakan dalam sudut pandang seorang anak yang mengurut generasi di atasnya. Funan (2018) adalah film tentang seorang ibu muda untuk menemukan dan menyelamatkan anaknya dalam Revolusi Rezim Khmer Merah (Perang Saudara Kamboja). Kedua film animasi ini menyentuh hati sekali dan membuka wawasan luas sekali tentang isu imigran yang selama ini cukup jauh dari jangkauan.

Poster dari film Wardi (2018) dan Funan (2018), serta poster acara AF Medan

8. Mendapat tawaran untuk ikut menulis review album untuk Hillsong Music di blog ini. Yang pada akhirnya, malah jadi seperti cara Ilahi berulang kali memanggil saya kembali. Sejauh ini, sejak bulan April, ada tiga tulisan yang sudah terbit di blog ini untuk review Hillsong Music. Pertama, "Ku Adalah Anak-Mu", Album Baru Hillsong Dalam Bahasa Indonesia. Kedua, "People", Album Baru Hillsong United Rilis Hari Ini! Ketiga, Bangun, Bangkit, Bersama Album Baru Hillsong Worship, "Wake".

9. Potong rambut jadi pendek dan film Joy (2015). Sebenarnya, ini tindakan impulsif yang saya sesali. Saya tidak punya rencana untuk memotong rambut saya sependek ini, tapi sudah terlanjur. Bersyukur, saya menemukan momen potong-rambut-pendek-impulsif yang sama dalam film Joy (2015) yang inspiratif. Dalam film itu, tokoh perempuan bernama Joy, memotong impulsif rambutnya sebagai salah satu simbol perubahan dan keberaniannya. Jadi, saya pun mulai meredefenisi tindakan potong rambut pendek impulsif saya sebagai sebuah simbol perubahan dan keberanian juga, bahkan jika itu untuk merespon ketidakpastian dan tantangan hidup :)

Jennifer Lawrence sebagai Joy dalam film Joy (2015), setelah potong rambut pendek impulsif

10. Kunjungan pertama saya ke Pertapaan Putri Karmel, Talun Kenas, Deli Serdang, Sumatera Utara. Menyepi-menenangkan diri sejenak dari hiruk-pikuk kota, menikmati hijaunya alam yang masih alami dan bersih. Sebuah waktu jeda yang ternyata saya perlukan juga. Terima kasih untuk sahabat saya Angel, yang sudah mengajak saya ikut serta.

Pertapaan Putri Karmel, Talun Kenas, Deli Serdang, Sumatera Utara

11. FA (Family Altar) Trip to The Le Hu Garden. Sekali lagi, momen wisata keluarga yang tidak disangka-sangka. Meski tidak sempat berfoto banyak karena harus menyesuaikan kondisi sebagai caregiver Ayah yang ikut serta, momen dan kesempatan ini tanpa diduga membuat saya bisa lebih berdamai dengan pengalaman kurang menyenangkan di 2016. Terima kasih, FA 007 GBI HDTI Medan.

Saya & Ayah-Ibu, The Le Hu Garden, Deli Serdang, Sumatera Utara

12. Waktu-waktu pertemanan dan persahabatan berkualitas. Yang sebenarnya tidak perlu café atau tempat nongkrong kekinian yang mewah atau instagrammable, karena bisa dilakukan sesederhana dengan ngobrol santai di teras rumah. Tidak perlu rencana yang matang, karena kadangkala bisa jadi se-random dan semendadak itu. Tidak perlu mengeluarkan biaya mahal, karena cemilan dan teh manis dari dispenser rumah juga sudah cukup untuk menemani jam-jam obrolan ini dan itu. Waktu yang diluangkan dan diprioritaskan, pun topik obrolan yang seru dan mendalam, adalah kunci.

Beberapa foto mewakili, karena tidak semua bisa dimasukkan disini :')

13. Tuntas menyelesaikan Goodreads Challenge 2019. Target saya tidak muluk-muluk di tahun ini, hanya 10 buku untuk Goodreads Challenge 2019 (tidak seperti tahun 2018, target 50 buku yang gagal total). Tahun ini, bahkan saya tuntas melebihi target, menyelesaikan membaca 14 buku.



14. Pertambahan usia: 27 Lessons of 27 Years of Life dan handmade birthday gift dari Cidhu. Tahun ini, saya menutup usia ke-27 dan membuka usia ke-28 saya dengan perenungan 27 Lessons of 27 Years of Life. Tahun ini, sahabat saya, Cidhu, memberikan saya kado scrapbook buatannya sendiri. Sederhana, tapi berkesan sekali, buat saya yang memang menyenangi handmade gift ini.

Handmade gift dari sobat Cidhu

15. Mulai menjajaki untuk mencaritahu dan mengenal komunitas-komunitas anak muda yang sesuai dengan ketertarikan saya di Kota Medan. Tak disangka, saya menemukan banyak. Sempat mencoba ikut workshop dari Womandiri (salah satu komunitas di Kota Medan untuk mendukung para perempuan bisa berdikari) di bulan Maret dan workshop dari DILo Medan di bulan Oktober. Belum sempat mengeksplorasi banyak memang, karena masih terbagi fokus dan perhatian dengan urusan keluarga—tapi langkah-langkah penjajakan kecil ini awal yang baik kan :)

Credit poster : Womandiri & DILo Medan

16. Mengadopsi seekor lagi kucing hitam bernama Black-Bluc. Komitmen saya sudah teguh tahun ini untuk mengadopsi Black-Bluc. Selama ini, Black-Bluc hanya senang nongkrong saja di teras rumah kami di Medan dan sesekali akan diberi makanan sisa oleh Ibu saya (yang juga memberinya nama Black-Bluc). Sekarang, Black-Bluc jadi kucing saya, yang saya beri makan-minum teratur dan tinggal bersama saya di dalam rumah. Jinak sekali, manja sekali, lucu sekali. Jadi, keluarga kami sudah resmi mengadopsi empat kucing. Welcome to Nainggolan family, Black-Bluc!

Perkenalkan ini Black-Bluc, kucing beludru hitam kesayangan saya

17. Mulai belajar terbiasa menulis berbagai jurnal. Tahun ini, saya mulai rutin-displin menulis berbagai jurnal personal. Awalnya, mental health journal. Lalu, gratitude journal. Diikuti lagi kemudian dengan food journal dan bounce-back (self-compassion) journal. Baik dengan metode bullet journaling, maupun art journaling. Keempat jurnal ini memiliki fungsinya masing-masing. Saya akan membahas lebih lanjut mengenai jurnal-jurnal ini dalam tulisan-tulisan baru di tahun depan. Yang jelas, menulis jurnal punya manfaat baik sekali. Salah satunya, jadi cara yang apik untuk lebih mengenal diri sendiri.

Salah satu halaman dari Bounce Back (Self-Compassion) Journal milik saya

____________________
Di tahun ini, saya merenungi bahwa hidup (bahagia) tak harus tentang hal-hal yang besar atau terlihat luar biasa. Seperti kata Mark Manson (dalam buku A Subtle Art of Not Giving A F*ck, halaman 101), "Karena sebagian momen-momen besar manusia tidak menyenangkan, tidak sukses, tidak dikenal, dan tidak positif." Sama seperti saya menyadari, bahwa justru momen-momen kecil, berulang dan amat biasa, adalah momen-momen dimana hidup perlu dirayakan. Seperti waktu berbincang ini-dan-itu bersama Ibu atau Bou saya, ketika kami pergi berbelanja ke pasar atau waktu-waktu menunggu macet di perjalanan di dalam mobil. Seperti saat-saat dimana bersama Ayah, Ibu, Bou, dan Perawat Bapak, kami bernyanyi-nyanyi dengan iringan gitar Bou di rumah, di masa-masa adaptasi dengan kondisi Ayah pasca stroke. Tentu, tak semua bisa dan perlu dituliskan atau diceritakan.

2019, thank you. Untuk setiap momen, orang-orang terdekat, sampai waktu yang masih bisa dikenang baik di tahun ini. Untuk setiap senyum, tawa, dan bahagia yang masih bisa dialami dan dinikmati. Untuk setiap refleksi, yang sudah mengajari dan menyadarkan diri & hati, meski lahir dari hari-hari dimana lelah, berat, tangis, dan keluh berkumpul jadi satu. Untuk setiap hal-hal kecil yang masih bisa dirayakan, lalu dicatat baik dalam gratitude journal. Untuk setiap langkah, yang banyak kali lelah tapi tidak menyerah.

No comments:

Powered by Blogger.