Jalan Kerendahan Hati Yang Tak Terselami

January 05, 2019

Siapa yang mau masih memberikan-membiarkan pipi kanannya ditampar orang, ketika pipi kiri sudah ditampar lebih dahulu dalam segala pride yang habis tersilet-silet teraniaya?

Photo by Jannes Glas on Unsplash

Siapa yang mau memilih merendahkan diri membasuh kaki setiap dari orang yang berada di bawah jenjang hierarkinya, yang masih perlu banyak belajar dan sebenarnya bukan siapa-siapa, dibanding membiarkan kakinya sendiri sebagai seorang pemimpin dibasuh mereka yang lebih di bawah sebagai gantinya? Memilih melayani mereka daripada dilayani mereka?

Siapa yang mau memilih sebuah kandang ganti rumah yang nyaman untuk tempat bersalin dan dilahirkan ke dunia, dengan higenitas dan kondisi yang tak bisa disebut layak—meski dapat memilih kastil dan istana? Bertetangga dengan kambing dan domba, terbalut hanya lampin dalam palungan sederhana?

Siapa yang mau memilih berkorban mati (disalib), dalam segala pelecehan dan ketelanjangan, demi membela orang-orang yang bahkan tidak mau dibela dan tidak bisa mengapresiasi pengorbanan sebesar nyawa yang telah direnggang untuk semua—meski dapat memilih sebodo amat dan tidak mau tahu terhadap mereka yang juga tak mempedulikannya?

Siapa yang mau memilih untuk bertahan mengasihi aku yang begitu sulit untuk dikasihi, bahkan oleh diriku sendiri, yang tak mampu membalas dengan ketahanan cinta yang sama untuk kasih yang sehebat itu dan sedalam itu telah, masih, dan terus tidak berhenti mempertahankanku?


Kristus bersedia. Kristus mau.
Dalam jalan (kerendahan hati) yang sungguh tidak sanggup
untuk kuselami. Unfathomable.

Lalu, aku, yang menjadi salah satu alasan mengapa jalan kerendahan hati itu bersedia Ia tempuh, malah tidak sudi memilih jalan kerendahan hati yang sama—meski ya, jalan itu begitu susah-payah untuk ditempuh, berliku-berbukit-berlereng sampai kadangkala tak ragu mencoreng-coreng segala harga diri dan kebanggaan manusiawiku, bukan jalan yang menyenangkan dan menarik untuk ditempuh—tapi sebenarnya sungguh tak semenyakitkan itu, tak sebanding dengan jalan kerendahan hati yang telah Ia tempuh jauh-jauh lebih dulu.

Dimana letak hatiku?



p.s. :

Kota Depok, 5 Januari 2019
Dalam sebuah perenungan sulit soal penderitaan, di awal tahun baru.

"He has made everything beatiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to end.(Ecclesiastes 3:11 NIV)

5 comments:

  1. Hi, menarik membaca blog nya.. tulisan nya detail dan mengupas dalam.. Salam kenal ya !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo halo, salam kenal juga, maria. Terima kasih ya untuk kunjungan dan apresiasinya :')

      Delete
    2. Sama - sama yoel.. untuk tulisan lainnya juga bagus refleksinya.. Bila bisa bersharing ilmu dalam menulis dan berefleksi mungkin kita bisa berbagi via email ya.. :)

      Delete
    3. Yes pasti-pasti, saling sharing ya :) Email maria apa? Nanti aku sering berkunjung ke blog kamu juga ya. Tetap semangat menulis ;)

      Delete
  2. Hi Hai Yoel, email aku di mariarosari45@gmail.com
    Boleh kamu email aku untuk tukar kontak?
    Boleh blog saya di https://quincypang.blogspot.com/
    Masih newbie hihi :D

    ReplyDelete

Powered by Blogger.