Jalan Kerendahan Hati Yang Tak Terselami
Siapa
yang mau masih memberikan-membiarkan
pipi kanannya ditampar orang, ketika pipi kiri sudah ditampar lebih dahulu
dalam segala pride yang habis tersilet-silet
teraniaya?
Photo by Jannes Glas on Unsplash |
Siapa
yang mau memilih merendahkan diri membasuh kaki setiap dari orang yang berada
di bawah jenjang hierarkinya, yang masih perlu banyak belajar dan sebenarnya bukan
siapa-siapa, dibanding membiarkan kakinya sendiri sebagai seorang pemimpin dibasuh
mereka yang lebih di bawah sebagai gantinya? Memilih melayani mereka daripada dilayani
mereka?
Siapa
yang mau memilih sebuah kandang ganti rumah yang nyaman untuk tempat bersalin
dan dilahirkan ke dunia, dengan higenitas dan kondisi yang tak bisa disebut
layak—meski dapat memilih kastil dan istana? Bertetangga dengan kambing dan
domba, terbalut hanya lampin dalam palungan sederhana?
Siapa
yang mau memilih berkorban mati (disalib), dalam segala pelecehan dan ketelanjangan,
demi membela orang-orang yang bahkan tidak mau dibela dan tidak bisa
mengapresiasi pengorbanan sebesar nyawa yang telah direnggang untuk semua—meski
dapat memilih sebodo amat dan tidak
mau tahu terhadap mereka yang juga tak mempedulikannya?
Siapa
yang mau memilih untuk bertahan mengasihi aku
yang begitu sulit untuk dikasihi, bahkan oleh diriku sendiri, yang tak mampu membalas dengan
ketahanan cinta yang sama untuk kasih yang sehebat itu dan sedalam itu telah,
masih, dan terus tidak berhenti mempertahankanku?
Kristus bersedia. Kristus mau.
Dalam
jalan (kerendahan hati) yang sungguh tidak sanggup
untuk
kuselami. Unfathomable.
Lalu,
aku, yang menjadi salah satu alasan mengapa jalan kerendahan hati itu bersedia Ia
tempuh, malah tidak sudi memilih jalan
kerendahan hati yang sama—meski ya, jalan itu begitu susah-payah untuk
ditempuh, berliku-berbukit-berlereng sampai kadangkala tak ragu mencoreng-coreng
segala harga diri dan kebanggaan manusiawiku, bukan jalan yang menyenangkan dan
menarik untuk ditempuh—tapi sebenarnya sungguh tak semenyakitkan itu, tak sebanding
dengan jalan kerendahan hati yang telah Ia tempuh jauh-jauh lebih dulu.
Dimana letak hatiku?
p.s. :
Kota Depok, 5 Januari 2019
Dalam sebuah perenungan sulit soal penderitaan, di
awal tahun baru.
"He has made everything beatiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to end." (Ecclesiastes 3:11 NIV)
"He has made everything beatiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to end." (Ecclesiastes 3:11 NIV)
Hi, menarik membaca blog nya.. tulisan nya detail dan mengupas dalam.. Salam kenal ya !
ReplyDeleteHalo halo, salam kenal juga, maria. Terima kasih ya untuk kunjungan dan apresiasinya :')
DeleteSama - sama yoel.. untuk tulisan lainnya juga bagus refleksinya.. Bila bisa bersharing ilmu dalam menulis dan berefleksi mungkin kita bisa berbagi via email ya.. :)
DeleteYes pasti-pasti, saling sharing ya :) Email maria apa? Nanti aku sering berkunjung ke blog kamu juga ya. Tetap semangat menulis ;)
DeleteHi Hai Yoel, email aku di mariarosari45@gmail.com
ReplyDeleteBoleh kamu email aku untuk tukar kontak?
Boleh blog saya di https://quincypang.blogspot.com/
Masih newbie hihi :D