Fiksi - Cerita Masa Kecil
Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing. Dari
masa kecil, remaja, dewasa, sampai lansia—jika memang telah berusia sepanjang
itu. Terlalu banyak cerita. Memenuhi kamar-kamar ingatan dan kenangan yang
beberapa seringkali jadi terlupa. Tapi cerita masa kecil itu, adalah sesuatu
yang berbeda. Ia tidak hanya sekedar ada disana, sengaja tidak ingin terlupa.
Ia membekas, dan memberikanmu hadiah—yang kadangkala kau sesali ketika dewasa.
Photo by Filip Mroz on Unsplash |
Aku masih ingat cerita-ceritamu. Ceritamu, ketika
masih anak-anak, diisi tentang baju ungu dengan tudung kepala dan lengan
panjang—satu-satunya baju kesayanganmu, atau boneka panda yang tidak pernah lupa
kau bawa setiap malam kau selalu tidur sendirian tanpa ibu. Tentang cita-citamu menjadi seorang
dokter hewan supaya bisa merawat berbagai jenis binatang,. Tentang
ketidaksukaanmu akan wortel dan susu berwarna putih rasa vanilla yang rasanya
tidak seenak susu rasa cokelat—meski begitu, ibumu selalu mewajibkanmu untuk
menyantap keduanya. Atau pelajaran menggambar yang rasanya terlalu singkat
dibandingkan pelajaran matematika di sekolah, kau benci matematika bukan karena matematika sulit tapi karena matematika mengingatkanmu akan ayah. Juga tentang ibumu yang menangis
kesakitan setiap kali dipukul ayah. Ribut-ribut di rumahmu yang sudah menjadi
menu rutin mingguan, meski kau teramat membencinya. Ada amarah ayah yang selalu
tumpah pada ibu. Ada tangis ibu yang selalu tumpah karena ayah. Ada kebingungan dan kesedihan yang bersama-sama kompak menjebakmu,
si anak tunggal, yang tak tahu harus berbuat apa pada amarah ayah maupun tangis
ibu. Ada cerita dimana kelelahan membuatmu ketiduran di dalam lemari setelah
bersembunyi, karena tidak tega melihat kesakitan ibu dan karena tidak ingin ikut dipukuli ayah, meski ayah hanya memukul ibu dan ibu lagi. Cerita tentang ibumu yang setelah
itu sering menggendongmu kembali ke tempat tidur, kembali ke pelukan boneka
panda.
Aku masih ingat cerita-ceritamu. Aku tak pernah
melupakannya.
Apakah kau masih ingat cerita-ceritaku?
Cerita-ceritaku tak jauh berbeda, ingat? Ada mainan
masak-masakan hadiah tante yang menjadi harta karunku yang utama. Ada boneka
beruang besar di dalam kamar, satu-satunya boneka yang pernah dibeli ayah untuk
dimainkan berempat sampai berebut dan beradu mulut—aku, adik perempuanku, adik
perempuanku yang satunya, dan adik perempuanku yang paling kecil, selama bertahun-tahun
lamanya sampai kami remaja. Ada makanan pedas yang selalu membuatku sakit perut tetapi sering dimasak ibu karena ayah menyukainya, serta jajanan
pinggir jalan yang hanya sesekali bisa kubeli bersamamu karena dilarang ibu.
Rokok-rokok yang puntungnya berceceran di atas meja di depan televisi setiap
malam.
Dan, ada amarah tumpah dan tangis juga. Ada
kebingungan dan kesedihan yang berulang singgah. Ada ribut-ribut yang jadi menu
rutin keluarga juga. Ada piring dan gelas yang pecah setiap kali ribut-ribut.
Ada bangku yang patah dan pintu yang rusak. Ada jerit adik-adikku yang takut
dan gemetar ketika ayah mengangkat tinggi pemukul tilam. Ada gentar di hatiku
melihat ketakutan nyata menyala di bola-bola mata mereka semua. Ada luka-luka
memar di badan ibu. Juga badanku. Juga badan adik-adikku.
Aku masih ingat cerita-ceritamu dan cerita-ceritaku.
Aku masih mengingatnya, karena katamu, kau membenci ayahmu sedalam itu untuk
tangis ibu yang selalu tumpah dan luka biru-biru berdarah yang tak bisa cepat
sembuh di wajahnya. Aku jadi ingat bahwa aku juga membenci ayah untuk setiap
memar di badan dan di hati lima orang perempuan yang tinggal bersamanya di
rumah. Luka kami semua.
Aku ingat karena kita sama-sama membenci ayah. Karena
tangis, amarah, ribut, piring-pintu-bangku yang rusak, luka, biru, merah,
hitam, memar, dan darah itu. Tidakkah kau selalu setuju, bahkan sampai kita
dewasa, sungguh sulit bagi kita untuk melupakannya?
Medan, Februari
2019. Sebuah cerita fiksi. Untuk setiap korban/penyintas
kekerasan dalam rumah tangga, yang telah bertahan dan berjuang, tetapi proses
melalui memang tidak semudah itu untuk dihadapi.
No comments: