2018, Thank You
Mulai tahun lalu, saya memulai satu kebiasaan baru untuk menutup tahun: mengenang kembali perjalanan
kehidupan selama setahunan itu dan menuliskan hal-hal baik yang telah terjadi.
Hal ini penting—sebagai upaya untuk menutup tahun dalam ingatan yang baik, agar
dapat meredam hal-hal yang mungkin berat dan menyakitkan. Supaya saya lebih mudah untuk move on dan memulai tahun yang baru
dengan gairah yang baru.
2018 sendiri bagi saya, bisa
dibilang jauh lebih baik dibandingkan
2017, jika ingin dibandingkan. Jelas, 2018 penuh dengan hal-hal baru:
pengalaman baru, komunitas baru, kenalan baru, dan pencerahan baru. Meskipun,
tentu tidak 365 hari selama tahun ini penuh dengan hal-hal yang menyenangkan—bagi saya, karena momen-momen di bawah ini juga,
2018 masih tetap jauh lebih baik dibanding 2017.
1. Mendapat kesempatan untuk bergabung dengan komunitas pencegahan bunuh diri, Into The Light Indonesia, sebagai salah satu relawan Lightbringers 2018 dan belajar amat sangat banyak mengenai
isu pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa, khususnya dalam konteks Indonesia,
apalagi di Rise & Shine Training 2018 (Februari-Juli). Saya menjadi bagian
Divisi Media, sebagai Mental Health
Writer & Promotor. Senang rasanya bisa menjadi bagian dari Into The
Light Indonesia untuk #HapusStigma #PeduliSesama dan #SayangiJiwa. (Februari
2018)
2. Jika tahun lalu adalah pengalaman pertama saya menjadi peserta Women’s
March, di tahun ini saya mendapat pengalaman menjadi salah satu relawan di divisi acara. Yes, untuk Women’s March 2018. Dalam kesempatan ini, saya
bisa berkenalan dengan para kakak-kakak aktivis senior perempuan dalam dunia
perburuhan, yang saya ditugaskan untuk menjadi LO mereka. Ada Mba Tiasri Wiandani yang
bergerak untuk para buruh perempuan di sektor formal dan ada Mba Leni Suryani yang
bergerak untuk para perempuan asisten rumah tangga. (Maret 2018)
3. Akhirnya bisa melihat dan mengunjungi langsung Rainbow Warrior Ship Greenpeace di Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta Utara. Salah satu kapal Greenpeace yang sudah
beraksi dan berkampanye ke berbagai lokasi di seluruh dunia demi isu
lingkungan. Meskipun berpetualang ke Jakarta Utara itu sungguh menghabiskan
waktu, energi, juga biaya transportasi (ehem), bagi saya worth it dengan pengalaman langka bertemu Rainbow Warrior Ship
Greenpeace ini. (April 2018)
4. Ikut acara
Kebelet Hidup dari I Am On My Way,
belajar dan merenung banyak sekali mengenai
tujuan hidup selama tiga hari penuh,
pun akhirnya bergabung dalam komunitas Purposeful People. Bertemu juga dengan
teman-teman baru yang barengan terus selama dua hari terakhir. (Juni 2018)
5. Mempublikasi tulisan
bertema feminist lainnya di Konde.co, pun satu lagi tulisan saya
berhasil dipublikasi lagi di Magdalene.co. Dibandingkan dengan teman-teman
penulis perempuan lain yang bahkan menjadi kontributor rutin tentu ini belum
seberapa, tapi ini merupakan langkah yang menyenangkan hati saya (yang memang
harus belajar untuk rutin menulis). Khususnya, karena tulisan di Konde.co itu,
merupakan salah satu perenungan terdalam saya mengenai feminisme &
spiritualisme, di awal tahun ini. (Januari 2018)
6. Mendapat kesempatan untuk mengikuti camp dari Sekolah Tinggi
Filsafat Teologia Jakarta (STFT-J) yang memberi pandangan baru dan
pengetahuan lebih mengenai isu LGBTQ. Saya tahu isu ini masih termasuk isu
yang cukup sensitif, banyak pro dan kontra, banyak nilai yang diperdebatkan.
Banyak juga stigma dan penghakiman yang ditujukan kepada teman-teman LGBTQ.
Saya memilih untuk menolak ikut mengeksklusi dan memarginalisasi, tetapi justru
membuka pikiran dan perasaan, untuk lebih memahami pengalaman perjalanan
kehidupan dan perbedaan mereka, dengan menjunjung kemanusiaan. Apalagi, saya
baru tahu bahwa teman-teman LGBTQ mengalami depresi dan suicidal karena segala
stigma dan penghakiman yang terpaksa dialami. Saya tidak ingin hitam-putih dan
ikut menilai-menghakimi—yang tidak berhak saya lakukan. Seperti kata Pope Francis—who am I to judge? (April 2018)
7. Melewati proses sterilisasi
untuk tiga kucing kesayangan (Ayi, Momong & O(re)ong) di rumah Depok,
demi kesehatan dan kesejahteraan mereka. Bukan proses mudah, tentu. Harus
tega mengurung mereka di kandang sehari sebelumnya (yang biasanya bebas
berkeliaran begitu saja di dalam rumah) dan mempuasakan mereka menjelang
operasi (yang biasanya hobi makan). Belum lagi pasca operasi, melihat mereka
masih lemah, berjuang memberi minum obat dan merawat luka bekas operasi (pakai
kejar-kejaran dan sembunyi). Demi menyelamatkan kucing-kucing meong saya dari
penderitaan hamil-melahirkan setiap tiga bulan sekali, karena ketiganya adalah
betina. Sekarang, mereka sudah sehat dan bahagia. Makin lincah dan makin aktif.
8. Menjadi relawan
di Festival Sastra & Seni Rupa Kristiani 2018, belajar banyak
mengenai sastra & seni rupa dalam kaitannya dengan kekristenan, pun
bonusnya, dapat bertemu
dengan salah satu penulis favorit saya, Ayu Utami. Ini salah satu
momen yang saya syukuri (sekali), karena Ayu Utami juga datang bersama
suaminya, Erik Prasetya (yang memang ingin saya jumpai juga semenjak selesai
menghabiskan baca buku Cerita Cinta Enrico dari Trilogi Parasit Lajang karya
Ayu Utami yang menceritakan banyak mengenai kisah mereka berdua yang bagi saya
sangat unik dan menarik—terutama Erik a.k.a Enrico).
Saya bisa mendapat tanda tangan keduanya langsung di dalam buku mereka yang
saya beli di tempat (Estetika Banal dan Spiritualisme Kritis, 2015) dan foto bersama. (Agustus 2018)
9. Akhirnya mengunjungi
Gereja Katedral Jakarta, bersama salah satu sister saya, Getha, sekaligus city
tour di seputaran Jakarta. Saya sudah
lama sekali ingin ke Gereja Katedral, tapi terhalang waktu dan momen terus.
Gereja Katedral memiliki pesonanya sendiri, khususnya sebagai tempat untuk
berdoa dan ketika misa yang khusyuk sedang berlangsung. (Juni 2018)
Candid Photo by Getha, Katedral Church Jakarta |
10. Jadi tour guide buat sahabat saya, Utari,
yang kebetulan sedang liburan ke Pulau Jawa. Meskipun karena keterbatasan
waktu, hanya bisa berkeliling di Depok, bersyukur untuk quality time dengan Utari. (Agustus 2018)
11. Wisata
kuliner yang random dan dadakan seputaran Jakarta bersama beberapa teman
(baru). Ini salah satu jenis self-care
yang sangat direkomendasikan, meski
saya juga tidak sehobi itu untuk makan. Sayangnya, tahun ini saya batal
untuk mencoba all-you-can-eat di
Hanamasa bersama teman-teman terdekat yang sudah direncana dari lama (itu
berarti saya belum bisa checklist poin
ke-16 dari daftar ini). (Juli 2018)
12. Mendapat kesempatan untuk bergabung menjadi salah satu kontributor penulis di
Ignite GKI dan dapat berbagi perenungan spiritual melalui
tulisan-tulisan kontribusi saya (meski bukan anggota jemaat di GKI). Saya bersyukur di tengah masa
gunung-dan-lembah ini, dalam segala ketidaklayakan, ternyata masih mendapat
kesempatan untuk sesekali menulis dan
berbagi. Soli deo gloria. Terima kasih banyak untuk saudara saya, Ruthie & Christan, yang besar andilnya dalam memperkenalkan Ignite GKI dan sering bertanya, "gak mau nulis di Ignite juga?" yang sukses membuat saya mencoba, hehe. (Mei 2018)
13. Bersama Josephine, menjadi guest mewakili
Into The Light Indonesia, di siaran RPK FM x KPSI yang membahas tentang
World Suicide Prevention Day (WSPD) 2018. Ini pertama kalinya saya jadi guest di siaran radio. (September 2018)
14. Bersama Mine, menjadi guest di Talkshow Anak Muda
(pertama kalinya juga), mewakili Into The Light Indonesia, di GKI Summercamp
University, di Cianjur. Karena ini undangan dari komunitas agamis (gereja),
saya harus mengakui saya terkesan. Saya harus mengapresiasi GKI sebagai salah
satu gereja yang sudah memberi diri terbuka terhadap isu kesehatan jiwa, yang
harus diakui sering mendapat stigma juga dari pihak agamis (karena kurang berdoa,
karena kurang iman, dst). Semoga kelompok agamis dari agama-agama lain di
Indonesia juga mau melakukan hal yang sama, ya, lebih terbuka terhadap
perbincangan mengenai isu kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri. (Agustus
2018)
15. Mendapat kesempatan untuk edukasi pencegahan bunuh diri di kelas mahasiswa S1
mewakili Into The Light Indonesia, dalam kerja sama dengan Departemen
Bimbingan Konseling (BK) UNJ. Sebenarnya saya masih merasa belum mumpuni, tapi ini pengalaman yang
menarik. Apalagi, saya baru tercerahkan, bahwa para alumni lulusan BK
(Bimbingan Konseling) dapat memainkan peran yang sangat signifikan untuk
masalah kesehatan jiwa para remaja di sekolah-sekolah nanti. Angka
kecenderungan bunuh diri remaja Indonesia cukup mengkuatirkan lho. (September
2018)
16. Ke Pameran
“Namaku Pram” bersama sahabat saya, Angel. Beruntung bisa melihat
beberapa karya asli tulisan tangan Pram secara nyata di depan mata. Terkagum-kagum
dengan karya-karya Pram. Tapi saya memang belum banyak membaca karya-karya
Pram, baru beberapa yang menurut saya prioritas isu saja. Ini harus baca
banget. (Mei 2018)
17. Ke Big Bad
Wolf 2018 bersama sahabat saya, Carolin, dan lumayan bisa menemukan
dua buku import yang diskonnya
menyenangkan hati. Hardcover dengan
harga tidak sampai 100k? Sudah pasti senang dong. (Maret 2018)
18. Bisa ikut “liburan”
relaksasi santai di hotel sekaligus jalan-jalan di Bogor bersama
sahabat saya, Justice, dan di lain kesempatan di Bintaro bersama ibu saya.
Salah satu alternatif liburan di perkotaan, ya ini. Bisa menyewa kamar di hotel
yang bagus untuk sehari atau dua hari, bersama orang terdekat, dan mengambil
waktu meluangkan hati dan kepala sejenak dari jenuhnya urusan sehari-hari.
Bogor pilihan yang baik lho. Udara lebih adem. (Januari & Mei 2018)
Aviary Hotel Bintaro |
19. Pertama kalinya ke Car Free Day Jakarta, tapi bukan untuk olahraga untuk promosi isu pencegahan bunuh
diri, dalam acara “Freshen Up Your Mind” Into The Light Indonesia. Selama ini
cukup mager ke Car Free Day Jakarta karena pagi banget dan cukup berjuang menempuh
jarak via KRL kalau dari Depok. Meski sudah pernah juga berencana bersama salah
seorang sahabat saya, mungkin karena memang saya bukan orang yang bisa dibilang
suka olahraga. Car Free Day Jakarta membuat saya waw juga. Bisa melihat jalan
di daerah Sudirman bebas kendaraan dan dipenuhi banyak orang lari-olahraga itu
pemandangan yang unik juga. Refreshing. (September
2018)
20. Terkait momen no.5,
saya tidak menyangka tahun ini, karena dua
tulisan saya yang published di
Magdalene.co, bisa ikut dimuat sebagai salah satu sumber pendukung dari skripsi seorang teman
baru dan tesis seorang teman lama. Keduanya se-almamater dari FISIP
UI. (Terima kasih atas apresiasinya ya, Alya, juga Tua!). Ini benar-benar tidak
pernah terpikirkan oleh saya. Senang bisa sedikit membantu dengan apa yang
sudah dituliskan dan dibagikan :”)
21. Mengganti desain
template blog Twists & Turns ini
menjadi lebih baru, lebih mengikuti trend masa kini, dan lebih fresh di mata (: (Januari 2018)
Tampilan versi mobile phone |
22. Pengalaman jadi admin
media sosial komunitas, yang berbeda
dari pengalaman saya ngadmin di ex-kantor. Ketika ada yang cerita tentang
bebannya bergumul dengan suicidal
thoughts. Ketika ada netizen yang (seenak jidat masih) stigma. Ketika ada
yang justru mendorong orang lain untuk bunuh diri (sedih). Ketika ada juga yang
mengapresiasi komunitas yang sudah membantu coping
untuk masalah suicidalnya. Pengalaman baru yang mengajarkan saya begitu banyak
hal. (Juni-Desember 2018)
23. Akhirnya bisa ikut diskusi Resister Indonesia secara face-to-face di Jakarta. Setelah bergabung dalam
Whatsapp Group Lingkar Studi Ekofeminisme dari Resister Indonesia di tahun
lalu, saya menyadari bahwa banyak anggota berasal dari daerah Jawa (Jawa Tengah,
Jawa Timur, Yogyakarta), jadi lebih banyak kegiatan juga berlangsung disana.
Namun, awal tahun ini, akhirnya Resister Indonesia menggelar diskusi untuk
publik di Jakarta. Mengundang Melanie Subono (seniman dan aktivis) dan Asfinawati
(Ketua YLBHI), serta Tunggal Pawestri (yang berhalangan hadir karena bandara di
Bali ditutup mendadak mengingat bencana alam yang terjadi) sebagai narasumber,
diskusi ini berjudul “Tidakkah Perempuan Manusia?”—bertujuan untuk mendedah
kembali konsep dasar HAM dan ragam konvensi untuk hukum perundang-undangan yang
ekologis sensitif-gender sebagai bentuk penolakan tegas terhadap RKUHP. (Maret
2018)
24. Meskipun sebenarnya
saya belum terlalu ingin merayakan pertambahan usia saya yang ke-27 di bulan Juli tahun
ini, saya bersyukur karena orang-orang terdekat saya masih mengingat dan
berbahagia bersama saya. Saya berbahagia untuk surprise sederhana yang sangat bagi saya sangat berkesan dari
sahabat-sahabat saya. Saya berbahagia untuk sahabat-sahabat dan saudara-saudara
saya yang masih ingat mengirimkan pesan selamat ulang tahun dan mengirimkan doa
tulus untuk saya. Saya berbahagia untuk hadiah ulang tahun istimewa dari sister
saya, Ruth Lidya, yang favorit banget karena mengusung semangat feminist saya,
haha. Terakhir, di hari ulang tahun saya tahun ini, akhirnya saya mendapat
surel dari 26 years old Yuli yang
dikirimkan tepat satu tahun yang lalu (terima kasih, futureme.org), yang
menjadi kekuatan tersendiri bagi saya untuk tetap melangkah di tengah segala
tantangan ketidakpastian masa depan di usia yang baru. (Juli 2018)
25. Menulis satu tulisan yang dipublikasi di igniteGKI.com sebagai dukungan sosial-emosional
saya untuk teman-teman penyintas ataupun teman-teman yang masih bergumul
dengan pemikiran bunuh diri. Tulisan ini juga dituliskan menjelang
peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2018. Khusus, bagi teman-teman
penyintas yang tidak sedikit yang enggan untuk coming out dengan masalah kesehatan jiwanya, karena konsekuensi
stigma masyarakat yang terlalu banyak dan berat untuk ditanggung, apalagi di
dalam gereja. Saya sungguh berharap seberapapun sulit, setiap teman-teman
penyintas dan yang masih bergulat dengan pemikiran bunuh diri, bisa terus
bertahan dan bertarung melawan. Secara khusus, sekali lagi, terima kasih untuk Ruthie, yang sudah berbaik hati menjadi editor yang berandil besar dalam menggodok draft tulisan ini sebelum dikirimkan ke redaksi. (Agustus 2018)
26. Akhirnya bisa juga mengikuti acara Light A Candle dari Into The Light Indonesia,
dalam rangka World Suicide Prevention Day 2018. Bahkan, turut menjadi
panitia. Momen ini penting, karena
sebenarnya sejak tahun lalu, sebelum bergabung sebagai Lightbringers, saya
ingin sekali ikut acara Light A Candle. Sayangnya
tahun lalu, meski sudah RSVP, menjelang keberangkatan tiba-tiba hujan deras.
Tahun ini, hujan deras dadakan ternyata masih
di hari-H (saya juga tidak tahu juga mengapa), tapi niat saya untuk datang
sudah terlalu teguh, sampai menembus hujan dan rela menunggu driver ojek online
yang memang sulit di tengah hujan. Light A Candle dari Into The Light Indonesia
memang highly recommended, khususnya
bagi para pencinta sastra. Berkontemplasi dalam pembacaan puisi terkait isu
(pencegahan) bunuh diri memiliki daya tarik sendiri. Harus coba, ada setiap
tahun lho. (September 2018)
27. Tahun ini, saya mulai mencoba dan menikmati me-time untuk nonton bioskop
tanpa teman sama sekali, sendirian saja. Apalagi, kalau memang butuh
konsentrasi karena itu film favorit yang ingin di-review dalam tulisan blog.
Dimulai dengan Avengers: Infinity War di awal tahun ini. Ternyata, cukup nagih, di tengah kebutuhan untuk men-charge energi diri sebagai seorang introvert—yang memang sangat mencintai waktu-waktu sendirian
yang berkualitas. Mengucapkan terima kasih untuk CGV Depok Mall yang baru dan
nyaman, pun dengan harga yang terjangkau,
yang menjadi tempat pelarian terbaik untuk me-time
ini. (Mei 2018)
28. Kenalan dengan banyak sekali kawan-kawan baru. Di Into
The Light Indonesia, di Women’s March Jakarta 2018, di Resister Indonesia, di
event Kebelet Hidup – I Am On My Way, di
Festival Sastra & Seni Rupa Kristiani 2018, di Camp STFT-J, di whatsapp grup
kontributor penulis Ignite GKI, and etc.
Berkenalan dengan banyak orang juga menolong saya untuk belajar banyak—tentang
keberagaman dan pengalaman hidup orang lain, tentang perbedaan karakter dan
kepribadian, serta perbedaan pandangan dan nilai hidup. Ada sisi-sisi yang sebenarnya cukup menantang, tapi saya
tetap melihat proses pengenalan dan pembelajaran ini sebagai sesuatu yang
menarik sekali. (Sepanjang tahun)
Last Assignment Group : New Inner Circle :) |
29. Merayakan momen
bahagia sahabat saya, Utari Romauli
Sitorus, yang melangkah ke jenjang pernikahan di 21 Desember 2018 ini,
dengan bridal shower yang sederhana
di Medan. Tapi, dengan bincang-bincang yang heart-to-heart terkait banyak banyak banyak sekali hal seputar
pernikahan dan pasangan hidup. Setelah mendengar Ulik, salah satu yang terdekat
dalam inner circle kami, akan menikah,
saya dan sahabat-sahabat saya di CJ8 baru benar-benar merasa “waw, fase hidup kita memang sudah berubah.”
Meski tidak bisa ikut menghadiri pernikahan Tari di Tarutung, saya ikut
berbahagia masih bisa ikut menghadiri Martupol di Medan. (Desember 2018)
Ulik's Bridal Shower, Not Full Team Without Olind & Onik |
Ulik's Martupol Day, With Cidhu |
30. Pulang ke
Medan kembali setelah satu setengah tahun belum mendapat waktu yang
pas untuk pulang. Meskipun rasanya nano-nano,
karena memang kepulangan saya bukan untuk “liburan” karena ayah saya sakit stroke—tapi
dalam momen kepulangan ini, ada saja hal-hal yang tetap saya syukuri dan
menghibur hati. Banyak perenungan kembali. Flashback.
Retreat. Serta, proses berdamai dengan masa lalu. (Desember 2018)
Saya-Yang-Masih-Balita Dua Puluhan Tahun Lalu & Ayah, Yang Masih Muda & Sehat |
Tahun 2018 sendiri bagi
saya juga bisa dibilang tahun kerelawanan—selain tahun “istirahat” dan penantian. Di tahun ini, di tengah masa
rehat dari bekerja setelah resign di
awal tahun, sebagaimana sudah saya bagikan di atas, saya banyak mencoba
beberapa pengalaman (baru) menjadi relawan di beberapa komunitas dan acara yang
berbeda-beda. Rasanya seru. Terpapar lebih
banyak isu dan memperluas wawasan. Pengalaman,
memang adalah guru yang terbaik. Saya, termasuk salah seorang yang senang
mencari dan mengejar pengalaman-pengalaman itu. Tahun ini, saya bertemu banyak :)
2018, thank you. Sejauh ini, kita telah
bergulat dan bertarung, berlelah-lelah dan kadangkala hampir menyerah, tetapi
akhirnya, perjuangan melaluimu telah selesai sampai disini. Untuk segala
hal-dan-momen baik yang masih terjadi, terima
kasih. I thank God for you.
No comments: