The Girl Effect: Dampak Kemiskinan Pada Anak Perempuan
Kemiskinan
dalam kaitannya dengan masalah gender merupakan salah satu bahasan yang saya
pelajari ketika kuliah di Departemen Sosiologi FISIP UI. Masalah gender sendiri
baru benar-benar saya pahami ketika saya mengambil mata kuliah Gender dan Struktur Sosial di semester
lima. Saya belajar begitu banyak. Saya baru tahu kalau ada perbedaan dampak
kemiskinan terhadap perempuan dan laki-laki. Selama ini, mungkin saya tahu, tapi mata saya belum terbuka selebar ini.
Saya
ingat suatu moment dimana saya sedang
berada di lapangan, dan meliput acara bakti sosial untuk masyarakat
prasejahtera di wilayah Sepatan, Tangerang. Saya ingat ketika bakti sosial
hampir selesai, para apoteker kami hanya melayani sedikit lagi sisa pasien yang
ingin menebus obat gratis berkualitas. Tak jauh dari tempat saya sedang duduk
beristirahat, seorang perempuan muda berumur 20an tahun berjalan ke arah
segerombol laki-laki (yang sebenarnya mengenakan status tertentu dalam
pemerintahan kita, tapi saya tidak enak menyebutnya). Ingin menawarkan sesuatu,
sepertinya perempuan muda ini sales sebuah
produk yang belum jelas apa. Karena pakaiannya juga tidak resmi seperti sales. Sebaliknya, dia mengenakan dress tanpa lengan, yang pendeknya
sedikit di atas lutut, stocking transparan
panjang menutupi kakinya yang cukup jenjang. Rambutnya panjang digerai. Di
tengah lapangan lokasi bakti sosial yang panas gersang. Ya ampun.
Beberapa
dari laki-laki itu ada yang menggodanya. Saya tidak tahu tepat bagaimana mereka
melakukannya secara verbal, tapi saya merasa risih sendiri. Perempuan muda
itupun sebenarnya tidak tampak terlalu genit. Dia biasa saja, hanya berusaha
ramah demi memasarkan produk yang dijualnya. Beberapa dari laki-laki itu
memandanginya, dari atas sampai bawah. Saya makin risih.
Dari
kejadian waktu itu, saya banyak berpikir dan baru sadar masalahnya. Perempuan mana sih yang ingin memasarkan produk dengan
setelan pakaian seperti itu (meski sebenarnya masih sopan, tapi menurut saya
dengan pakaian itu dia lebih cocok pergi ke kondangan daripada kerja jualan
sebagai sales) di lapangan panas
terik dan gersang, jika tidak terpaksa demi memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apalagi jika ada pilihan pekerjaan
lain? Berarti kan tidak ada pilihan pekerjaan lain. Jika ditarik terus, ini
kemungkinan besar disebabkan oleh tingkat pendidikan, yang bisa dikaitkan lagi
dengan kondisi keluarga yang mungkin terjebak masalah kemiskinan. So complex.So complicated.
Saya
baru sadar (atau lebih tepatnya, saya baru
benar-benar sadar) bahwa perempuan adalah pihak paling riskan menjadi
korban dari masalah bernama kemiskinan ini. Kemiskinan bisa melahirkan dampak
yang lebih banyak dan merusak bagi kaum perempuan dibandingkan bagi kaum
laki-laki. Bagi perempuan, kemiskinan bisa melahirkan pernikahan dini di bawah
umur (yang bisa berakibat juga pada kehamilan beresiko atau banyak anak yang
mengakibatkan kemiskinan lagi karena tak sanggup membiayai), perceraian, human-trafficking, prostitusi, pelecehan
seksual, eksploitasi, pelanggaran HAM (hak asasi manusia), dan masih banyak
lagi. Perempuan menjadi pihak paling riskan menjadi korban kemiskinan, terutama
karena di dalam rahimnyalah generasi baru berasal dan di dalam tangannyalah generasi
baru itu tumbuh dan berkembang. Pada kenyataannya, generasi baru itu lebih
terikat dengan kedirian si perempuan (ibu) daripada laki-laki (ayahnya). Ketika
perceraian terjadi, atau kehamilan di luar nikah sebutlah, laki-laki akan lepas
tangan terhadap generasi baru yang akhirnya hanya bisa bergantung penuh pada
perempuan. Di satu sisi, kenyataan ini bisa menjadi beban sekaligus power bagi perempuan—tergantung dari
cara melihat dan mengatasinya.
Saya
mungkin sulit untuk menjelaskan ini, karena itu saya ingin menambahkan beberapa
video berikut yang menurut saya bisa membatu memahami mengenai masalah
kemiskinan dan perempuan ini.
Dua video
pertama berasal dari The Girl Effect dan video terakhir berasal dari CARE, keduanya adalah gerakan yang mengusung perspektif feminisme, yang
memperjuangkan para perempuan agar bebas dari ikatan rantai kemiskinan. Sangat inspiratif,
menurut saya. Patut untuk dipikirkan. Patut untuk diperjuangkan. Patut untuk
para perempuan mengambil bagian ikut terlibat di dalamnya. Save children! Save girls! Save women! *
No comments: