Efek Domino: Setelah Pemilu 2014



Katanya hari ini pemilu, katanya hari ini pengumuman resmi hasil pemilu. Tapi mereka mungkin tak tahu, atau tak mau tahu, atau ingin tahu tapi tak bisa tahu. Karena tidak memiliki televisi seperti kita di pondok perteduhannya. Atau mungkin, malah tak memiliki waktu juga untuk duduk sebentar sambil memperhatikan layar televisi karena harus berkeliling mencari sampah-sampah. Seperti kita juga mungkin, yang waktunya habis tercurah untuk pekerjaannya, tapi yang masih bisa mengakses berita dari mana-mana. Berbagai sosial media dan saluran youtube di smartphone atau tablet dan note kita. Akses informasi bagi kita terbuka, tak seperti mereka. Yang harus berjuang melebarkan telinga untuk mendengar. Siapa presiden kita yang baru?

Katanya hari ini pemilu, katanya hari ini pengumuman resmi hasil pemilu. Tapi mereka mungkin tak harus peduli, ketika suara mereka tak bisa mereka beri. Untuk yang nomor satu atau nomor dua. Bagaimana bisa? Ketika KTP tak punya, dan KK pun tak ada. Masalah yang biasa di antara banyak pendatang dari desa, yang ikut arus urbanisasi dan sering tersesat ketika masuk kota. Bahkan mendatangi TPS saja pun mereka tak bisa, tak berani. Mereka dipaksa menjadi apatis, meski kali ini ingin menjadi partisipan politik secara aktif.


Katanya hari ini pemilu, katanya hari ini pengumuman resmi hasil pemilu. Tapi mereka mungkin tak mau tahu, dan juga tak bisa untuk tahu. Siapa yang menang, siapa yang kalah. Bagi mereka mungkin itu tak menjadi masalah, toh hidup mereka akan tetap seperti biasa saja. Mereka enggan mempertanyakan apakah efek domino memang ada, bisa, dan mungkin terjadi bagi mereka juga. Ketika presiden berganti, merembet pada kebijakan direvolusi, merembet pada pertumbuhan ekonomi menjulang tinggi, merembet pada kemajuan dan kesejahteraan yang sah menjadi milik bangsa—apakah itu semua akan sampai berefek kepada mereka juga? Apakah mereka masih menjadi bagian dari bangsa kita?


Katanya hari ini pemilu, katanya hari ini pengumuman resmi hasil pemilu. Tapi nyatanya, mereka luput ikut bersorak dan berpesta bersama pendukung yang menang. Nyatanya mereka luput pula untuk ikut kecewa dengan pendukung yang kalah. Mereka tak sempat. Yang terpikir hanyalah satu, bagaimana bisa melanjutkan hidup setelah ini dengan mengais rejeki tak seberapa. Atau mungkin dua, semoga. Bagi mereka yang dimarginalisasi dan dieksklusi dari dunia sosial-politik serta dipaksa menjadi apatis tapi menolak untuk menjadi apatis. Mereka yang masih bisa merasakan kebimbangan mengenai efek domino dari naiknya presiden yang baru: apakah mereka akan tersentuh juga oleh yang duduk di tempat teratas di negeri kita?




p.s. :


Aku memikirkan efek domino ini lagi di menit-menit pengumuman presiden yang baru saat ini. Presiden yang baru untuk periode 2014-2019 nanti. Setelah teringat di masa-masa awal kampanye dulu, ketika saya sedang menumpang angkot menuju rumah di depok. Seorang ibu beserta anaknya yang masih berumur sekitar 10 tahun duduk di kursi depan, di sebelah bapak supir. Mereka berdua berdiskusi sederhana tentang prabowo-hatta dan jokowi-kalla, jadi bertiga bersama si bapak supir juga. Si anak menanyakan si ibu akan memilih siapa. Si ibu menanya balik si anak ingin memilih siapa. Si anak menyebut salah satu nama. Si bapak supir mulai berkomentar singkat, “ah, siapa juga yang naik, ya saya mah tetap jadi supir angkot juga bu.” Dan saya tertegun sendiri. Curahan isi hati.


Sebenarnya jika mau dipikir, efek domino memang tak bisa benar-benar diharapkan terjadi menyentuh semua. Bukankah efek domino bekerja tergantung konteks situasi dan kondisi? Presiden naik tak berarti semua rakyat miskin bisa mengalami masalah kemiskinannya teratasi. Tapi inipun bukan berarti presiden yang telah naik tak berbuat banyak bagi masalah kemiskinan yang melilit kelompok bawah. Presiden yang naik mungkin berbuat sesuatu, atau bahkan berbuat banyak, tapi efek domino itu memang tak bisa dirasakan semua. Atau, mungkinkah ada sebuah bentuk revolusi atau evolusi baru, dimana efek domino bisa dirasakan oleh semua?

No comments:

Powered by Blogger.