Kilas Balik 10 Judul Film di 2018
Di momen pergantian tahun
kali ini, saya ingin kembali flashback 2018,
tidak hanya terkait momen-momen hidup yang terjadi—tetapi juga film-film yang
sudah membantu coping stres saya
sepanjang tahun lalu. Ya, menonton film di bioskop bisa jadi salah satu cara coping yang cukup menyenangkan. Apalagi,
banyak introvert (termasuk saya) juga tidak punya
masalah dengan kebiasaan (dan kesenangan) menonton film sendiri di bioskop.
Beda dengan menikmati film di layar kaca di rumah, bioskop memang memungkinkan
konsentrasi yang terfokus dengan layar super besar, audio yang memenuhi
telinga, dan ruangan yang luas.
Sejujurnya saya bukan orang yang sehobi
itu menonton film (di bioskop) dan selalu stand
by informasi film apa saja yang sedang tayang. Malah cukup picky soal genre film—bukan penikmat film horror atau thriller, tapi doyan banget film animasi.
Romance juga sih (masih bisa
ditolerir jika ada sisi unik atau pesan lain dari cerita, haha). Beruntungnya, di tahun 2018, cukup
banyak film yang menarik perhatian untuk ditonton. Apalagi Marvel Universe,
uwu!
Ide tulisan ini
sebenarnya sudah lama muncul, sayangnya saya selalu mager buat nerusin, sampai
baru-baru ini terinspirasi kembali dari seorang kawan di Twitter yang iseng
nge-review film for the sake of own
happiness. Jadi, ya, menuliskan ini juga for the sake of my own happiness, cara coping stres hehe. Mumpung masih hangat ganti tahun, masih bulan
Januari. Kali bisa bermanfaat juga bagi yang kepingin nonton tapi belum sempat
;) Dalam tulisan ini, saya menghindari untuk spoiler kok, kecuali mungkin sepercik
saja (sepercik saja, sungguh haha) di bagian adegan terfavorit—jadi, jika tidak mau spoiler, silahkan lewati bagian tulisan dengan judul mini adegan terfavorit dari setiap film ya.
Berikut 10 film yang berhasil
saya pantengin di bioskop sepanjang
tahun 2018.
1.
Jurassic World: Fallen Kingdom
Rating Saya : 9/10
Rilis di Indonesia : Juni
2018
Genre : Action & Adventure, Drama, Sci-Fi &
Fantasy
Runtime : 129 menit
Sinopsis Film
Tiga tahun setelah
Jurassic World ditutup, Owen & Claire kembali ke Isla Nublar untuk
menyelamatkan dinosaurus ketika mereka sadar bahwa gunung api di pulau tersebut
masih aktif dan mengancam memunahkan semua kehidupan makhluk hidup di dalamnya.
Di dalam perjalanan, Owen menemukan kembali Blue, dinosaurus (raptor) yang
dilatihnya sejak masih kecil, dan juga konspirasi yang akan menghancurkan
tatanan alamiah kehidupan di planet bumi. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Yes, film untuk para
pencinta dinosaurus ini cukup mengesankan buat saya. Mungkin karena saya merasa
sepertinya film ini 11 12 dengan isu perlindungan binatang (dalam hal ini,
dinosaurus). Efek CGI (Computer Generated Imaginary) dalam film ini juga cukup
oke dan memuaskan, apalagi ketika adegan di Isla Nublar. Alur cerita juga tak
bisa ditebak dan cukup menegangkan, sejak awal cerita. Sebagai catatan, karena
film ini sebenarnya bersambung (series)—merupakan film kelima—mungkin memang
lebih "nyambung" kalau mengikuti film dari awal seri. Tapi, saya termasuk
yang tidak mengikuti (bukan pencinta dinosaurus, wkwk) dan masih bisa menikmati
kok. Mungkin, karena saya nonton dengan adik saya yang penggemar Jurassic Park
dan bisa sedikit bercerita di bagian-bagian yang "menyambung" dari
film sebelumnya. Ending filmnya,
meskipun untuk film ini termasuk happy
ending, bagi saya, mm cukup membuat anxious
(dan ngeri) jika dibayangkan
terjadi di dunia nyata, haha. Sepertinya saya tidak sanggup menonton lanjutan
film ini yang rencananya rilis di 2021.
Adegan Terfavorit
Adegan ketika kapal
meninggalkan pulau Isla Nublar dan ada brontosaurus yang digambarkan memang
ditinggalkan dan seolah memanggil meminta pertolongan ke tim kapal dari
pelabuhan, karena di belakangnya, perlahan api lahar gunung mulai mendekat.
Owen-Claire & tim, meski tak tega tapi tak bisa berbuat apa-apa, harus
menyaksikan brontosaurus itu mati dan hilang dari pandangan, ditelan lahar
panas. Ini heart touching dan sedih sekali.
Sebagai seorang yang mulai memperhatikan masalah kesejahteraan binatang, saya
harus mengakui tak bisa menahan tangis dan gak bisa move on dari adegan ini.
2. Incredibles 2
Rating Saya : 8/10
Rilis di Indonesia : Juni
2018
Genre : Animation, Action & Adventure, Comedy,
Family, Sci-Fi
Runtime : 118 menit
Sinopsis Film
Meskipun keluarga Parr
telah menerima panggilan bersama sekeluarga mereka sebagai superhero, faktanya,
aksi heroistik mereka masih illegal. Setelah mereka ditahan setelah sukses
mencoba menghentikan The Underminer, masa depan mereka tampak suram. Saat
itulah, Deavor bersaudara yang kaya-raya menawarkan proyek kerja sama untuk
memulihkan citra publik mereka, sekaligus mengupayakan status legal dari para
superhero, dengan Elastigirl yang dipilih menjadi ikon utama. Elastigirl
akhirnya berganti peran dengan Mr. Incredible, yang kemudian bertanggung jawab
atas urusan domestik rumah tangga mereka, termasuk mengurus anak-anak.
Sayangnya, urusan domestik ternyata tidak semudah yang dipikir, apalagi bayi
mereka, Jack-Jack ternyata memiliki kekuatan super juga. Di tengah semua itu,
Elastigirl harus berurusan dengan musuh baru, Screenslaver, yang memiliki
kekuatan mengendalikan pikiran. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Setelah 14 tahun
penantian setelah Incredibles (2004) yang membekas di hati para milenial, film ini sukses menarik perhatian sejak awal masih diberitakan akan rilis kembali di 2018. Mengangkat cerita yang bersinggungan banyak dengan bahasan
feminisme, cerita ini juga cukup berhasil menggambarkan betapa rumitnya urusan
ranah domestik keluarga itu. Penggambaran film tentang pergulatan Mr.
Incredibles dengan pride-nya sebagai
seorang laki-laki dan kepala rumah tangga, yang tertantang oleh pamor istrinya
di ranah publik—juga sangat jujur dan blak-blakan. Sayangnya, saya tidak
terlalu suka salah satu adegan percakapan antara Elastigirl (Helen) dan Evelyn
(Deavor bersaudara), yang agak ambigu soal pandangan tentang perempuan dan
sistem sosial. Pun dengan konsep villain-nya
adalah perempuan. Bagi saya, sebagai seorang feminist, mungkin film ini
mencoba menantang sistem patriarkhi yang kaku di masyarakat, tapi juga tidak
bisa dikatakan sevokal itu terhadap gerakan feminisme. Tapi ya, film ini tetap
saya rekomendasikan untuk ditonton. Animasinya juga kekinian kok ;)
Adegan Terfavorit
Adegan ketika Helen (Elastigirl)
mengendarai sepeda motor besar dengan cool-nya
mengejar villain, haha. Meskipun sudah berumah tangga, sudah
jadi istri dan jadi ibu tiga anak (dengan Mr. Incredibles sebagai pasangannya
yang menurut saya masih cukup
patriarkhi), Helen digambarkan tetap tidak kehilangan aura dan kemampuannya
yang mengesankan. Senang dengan penggambaran perempuan-perempuan seperti Helen
di media. Woman can do everything, right
;)
3. Avengers : Infinity War
Rating Saya : 10/10
Rilis di Indonesia : April
2018
Genre : Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy
Runtime : 149 menit
Sinopsis Film
Di tengah The Avengers
dan para sekutunya harus terus melindungi bumi dari ancaman yang terlalu besar
untuk dihadapi seorang superhero sendirian, bahaya baru muncul dari luar bumi :
Thanos. Terkenal sebagai penguasa kejam di intergalaksi, tujuan Thanos adalah
untuk mengumpulkan enam Infinity Stones, artifak yang memiliki kekuatan tak
terbayangkan, dan menggunakan mereka untuk mewujudkan keinginannya. Salah
satunya memunahkan setengah dari populasi galaksi, demi sesuatu yang ia anggap
kesejahteraan. Semua yang diperjuangkan The Avengers berujung pada momen ini,
nasib kehidupan di Bumi tidak pernah menjadi setidakpasti saat ini. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Sebagai salah satu film
yang sebenarnya cukup “dark” dari sisi emosi karena kondisi yang terkesan hopeless & helpless itu, saya memberikan 10/10 untuk film ini (sebelumnya,
saya sudah pernah me-review film ini, lengkap dalam tulisan berikut Avengers Infinity War: Resilience In The Midst Of Hopelessness). Memang, menonton The Avengers: Infinity War,
sebaiknya dilakukan setelah mengikuti seri film The Avengers & Marvel
Universe (termasuk Black Panther yang tayang lebih awal di 2018). Kalau tidak,
sayang banget, akan missed beberapa jokes receh Marvel, yang menghibur itu
(seperti saya yang terkikik sendiri di bioskop ketika sekeliling gak mudeng,
wkwk) dan alur ceritanya, sudah pasti. Kalau kamu salah satu fans setia Marvel
Universe juga, kamu pasti setuju bahwa film ini benar-benar adalah film
menjelang ending keseluruhan cerita,
yang bagus banget. Plot twist.
Adegan Terfavorit
Adegan dimana tokoh-tokoh
The Avengers (maupun sekutunya) digambarkan tetap resilient (bertahan dan berjuang) di tengah kondisi yang sebenarnya
sangat tidak pasti, hopeless &
helpless. Semua adegan yang mengisahkan Thor, sebagai superhero terfavorit
saya di The Avengers (haha). Adegan dimana Thor mendapat (membuat) palunya
kembali, meski sesusah-payah itu harus menjelajah galaksi, dengan bantuan Groot
(yang membuatkan bagian pegangan palu dari badannya sendiri), juga haru-biru ey.
4. Black Panther
Rating Saya : 10/10
Rilis di Indonesia : Februari
2018
Genre : Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy
Runtime : 134 menit
Sinopsis Film
Setelah kejadian di
Captain America: Civil War, Pangeran T'Challa (Chadwick Boseman) kembali ke rumahnya, Wakanda,
sebuah negara tersembunyi di tanah Afrika yang sangat maju secara teknologi. Di
tengah T'Challa yang harus mempersiapkan diri untuk menjadi raja baru
menggantikan ayahnya yang meninggal karena serangan teroris, ternyata ada orang
lain yang ingin merebut tahta. Ketika dua musuh berkonspirasi untuk
menghancurkan Wakanda, hero yang
dikenal sebagai Black Panther harus bekerja sama dengan agen Everett K. Ross
dari CIA dan Dora Milaje, pasukan khusus Wakanda (kesemuanya adalah perempuan),
untuk mempertahankan Wakanda. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
10/10! Mengangkat sudut
pandang Afrika dengan segala potensinya yang tidak bisa diremehkan, menurut
saya merupakan salah satu pesona film ini. Efek CGI dan imajinasi tentang
Wakanda, luar biasa. Pun alur cerita yang seru untuk diikuti, ups and downs, memainkan emosi penonton. Penonton bisa baper soal rumah dan
kampung halaman (apalagi jika keturunan Afrika). Ngomong-ngomong, saya sudah
pernah me-review film ini sebelumnya, dengan fokus melihat para tokoh perempuan
di balik T’Challa (Black Panther), dalam tulisan berikut Women Arise: 4 Women Behind Black Panther. Film ini sangat saya
rekomendasikan untuk ditonton (berulang
kali) #eh haha.
Adegan Terfavorit
Adegan dimana Okoye
berdiri berani di depan M’Baku untuk melindungi dan menghalangi badak W’Kabi
(kekasihnya, yang membelot hati dari Wakanda) yang ingin menyerah M’Baku
(sekutu yang berusaha membantu perang saudara Wakanda). Sebagai seseorang yang
bukan hopeless romatic person, mungkin
saya sudah selelah itu melihat adegan drama atau film lain (biasanya bergenre romance), dimana perempuan (atau
laki-laki) bisa “se-yaudah” itu untuk kondisi begini, jika itu adalah
kekasihnya. Jadi, adegan ini semacam memberi perspektif baru yang segar. Cinta
juga harus rasional kan. Okoye memang true
woman warrior sih, salute.
5. A Star Is Born
Rating Saya : 10/10
Rilis di Indonesia : Oktober
2018
Genre : Drama, Music, Romance
Runtime : 136 menit
Sinopsis Film
Seorang musisi sukses,
Jackson Maine (Bradley Cooper) bertemu dan jatuh cinta dengan Ally (Lady Gaga),
seorang musisi yang masih berjuang untuk karirnya. Ally sudah berencana untuk
menyerah terhadap mimpinya sebagai musisi, sampai Jackson menolong Ally untuk
perlahan mendapat perhatian publik. Namun, seiring karir musik Ally yang
semakin menanjak, relasi personal mereka juga mengalami krisis, juga karena
Jack harus bertarung dengan his internal demons (masalah kesehatan jiwa). (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
10/10! Film ini sangat
saya rekomendasikan untuk para penikmat genre romance. Juga bagi yang bukan
penikmat genre romance, seperti
saya—tapi ingin tahu melihat bagaimana
isu kesehatan jiwa tergambar dalam film ini. (Atau, fans Lady Gaga, hehe). Ya, poin plus plus plus film ini adalah
bukan hanya mengangkat kisah romantis, tapi juga bercerita tentang pergulatan
tokoh dan caregiver-nya dengan
kesehatan jiwa (adiksi, depresi & tendensi bunuh diri). Alurnya rapi dan
dikemas baik, sama sekali tidak membosankan. Pun penampilan musikal Gaga dan
Cooper dalam film ini, memukau sekali. Film ini berhasil menampilkan sisi lain
dari Lady Gaga, maksud saya dalam kemampuan akting (yang ternyata bagus sekali)
dan less make up. Untuk film ini,
saya pun sudah pernah me-review film
ini sebelumnya, dalam tulisan Memperingati Hari Penyintas Kehilangan Bunuh Diri Sedunia 2018 Dengan Film “A Star Is Born” (peringatan:
dengan banyak spoiler ya).
Adegan Terfavorit
Adegan dimana Lady Gaga (Ally)
menyanyikan lagu "I'll Never Love Again" di akhir film. Udah gitu aja
deh. Gak mau spoiler, hehe. Yang jelas, alur cerita dan penokohan
peran Ally oleh Lady Gaga, apalagi menjelang akhir film, bagus banget dan salute banget.
6. Ready Player One
Rating Saya : 8/10
Rilis di Indonesia : Maret
2018
Genre : Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy
Runtime : 140 menit
Sinopsis Film
Di tahun 2045, dunia
menjadi tempat yang sangat kejam. Satu-satunya waktu dimana Wade Watts (Tye
Sheridan) merasa hidup adalah ketika ia "melarikan diri" ke OASIS,
sebuah dunia virtual dimana sebagian besar orang menghabiskan waktu mereka. Di
dalam OASIS, kita dapat pergi kemana saja, melakukan apa saja, menjadi siapa
saja--satu-satunya batasannya adalah imajinasi kita sendiri. OASIS diciptakan
oleh James Halliday (Mark Rylance), seorang brilian yang eksentrik, yang akan
mewariskan seluruh harta dan kontrol penuh OASIS kepada pemenang dari kontes
yang terdiri dari tiga bagian, yang ia ciptakan sendiri untuk menemukan
pewarisnya. Ketika Wade menaklukkan tantangan pertama dari kontes perburuan
harta karun itu, Wade dan teman-temannya (a.k.a the High Five) tidak punya
pilihan lain selain masuk ke dalam dunia fantasi OASIS untuk menyelamatkannya. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Menonton film ini juga
tanpa rencana, hasil jalan-jalan impulsif bersama sahabat saya. Tapi saya tidak
menyesali sama sekali, karena menonton film ini ternyata berasa banget-banget
imajinasinya. Salah satu film Science-Fiction yang baik sekali membayangkan
masa depan, dengan virtual reality.
Efek CGI dan animasinya juga oke punya. Alur cerita juga seru, ide cerita
kreatif. OASIS benar-benar memanjakan imajinasi saya, secara personal, haha. Buat
para gamers, saya yakin akan relate dan
menikmati film ini ;) Paling saya hanya agak merasa sedikit “yah” dengan
penutupan ending-nya, yang menyadarkan
saya bahwa film ini mungkin memang ditargetkan untuk para remaja
(sebagaimana usia para tokoh utamanya).
Adegan Terfavorit
Adegan ketika Parzival (Wade)
mengetahui bahwa sahabat di OASIS, yang avatarnya diberi nama Aech dengan badan
maskulin yang tinggi besar, ternyata seorang perempuan berkulit hitam bernama
Helen—sama sekali jauh berbeda dari yang dibayangkannya (bukan seorang
laki-laki seperti avatarnya). Adegan dialog mereka menarik. Dunia maya memang
tidak bisa ditebak.
7. Aquaman
Rating Saya : 7/10
Rilis di Indonesia : Desember 2018
Genre : Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy
Runtime : 143 menit
Sinopsis Film
Arthur Curry (Jason Momoa), keturunan
setengah manusia dan setengah Atlantis, akhirnya menempuh perjalanan dimana
tidak hanya memaksanya untuk berdamai dengan identitas aslinya, tetapi juga
memaksanya untuk mencaritahu apakah ia sepenuhnya layak untuk menggenapi
takdirnya, yaitu menjadi Raja Atlantis. (Dikutipdari imdb.com).
Review Singkat
Sebenarnya saya cukup
kecewa dengan Aquaman. Saya mungkin berekspektasi film ini bisa menyuarakan
lebih tentang gerakan menjaga lautan, tapi ternyata sekedarnya saja. Pun alur
cerita, sayangnya, cukup boring di
awal film. Padahal, Aquaman tokoh superhero terfavorit saya dari DC Comics
(karena diperankan Jason Momoa dan berhubungan banyak dengan lautan). Tapi,
efek CGI film ini tidak mengecewakan kok. Imajinasi tentang Atlantis dalam film
ini layak disimak, karena menggambarkan Atlantis tak sekuno-setertinggal yang kita
pikirkan tentang sebuah kota yang sudah lama tenggelam ke dasar bumi. Saya juga
suka bagaimana film ini menggambarkan cerita politis-historis Kerajaan
Atlantis. Selain itu, alur cerita yang mengisahkan perjalanan Arthur yang
bergulat dengan takdirnya sebagai Raja Atlantis, juga dikisahkan sangat baik—bagaimana
ia merasa “bukan siapa-siapa”, denial, dan
tak layak—sampai akhirnya, bisa menemukan identitas diri yang sebenarnya.
Adegan Terfavorit
Adegan dimana Arthur
pertama kali berkunjung ke Atlantis dan takjub akan apa yang ia lihat. Saya,
sama takjubnya dengan Arthur, karena imajinasi film ini akan Atlantis jagoan,
pun sukses digambarkan dengan efek CGI yang baik sekali. Yang kedua, adegan di
bar dimana sekelompok lelaki bertato dan berbadan besar mendatangi Arthur dan
ayahnya, lalu menyapa dengan sangar. Biasanya kalau situasi begini, yang
dibayangkan pasti berantem dong, apalagi Arthur udah siaga aja. Eh, plot twist. Ternyata si bapak-bapak
sangar ini mau minta selfie/wefie bareng, karena sadar Arthur itu fishman yang lagi trending di televisi. Adegan kocak yang menghibur hati sekali,
haha.
8. Bumblebee
Rating Saya : 8.5/10
Rilis di Indonesia : Desember 2018
Genre : Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy
Runtime : 114 menit
Sinopsis Film
Dalam pelarian di tahun
1987, Bumblebee menemukan tempat persembunyian di sebuah tempat barang
rongsokan di kota kecil pinggir pantai California. Charlie (Hailee Steinfeld),
sedang dalam krisis usia 18 tahun, menemukan Bumblebee, dalam keadaan takut
berperang dan rusak. Ketika Charlie memperbaiki Bumblebee, ia dengan cepat
menyadari bahwa Bumblebee bukanlah mobil VW kuning biasa. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Film ini termasuk dalam
daftar film yang ingin saya tonton di 2018. Mungkin saya memang sudah jatuh
hati dengan para robot Transformers sejak tahun lalu diajak nonton Transformers:
The Last Knight oleh adik saya. Penggambaran transformasi dari robot menjadi
mobil dan mobil menjadi robot dalam film ini (dan Transformers), harus diakui jenius
sih (dan memanjakan imajinasi). Nah, Bumblebee merupakan salah satu robot (alien)
dalam Transformers, yang dikisahkan secara khusus dalam film ini. Bagi saya,
sebenarnya sedikit di luar ekspektasi—karena dalam Bumblebee, tidak terlalu
banyak adegan transformasi mobil-robot-mobil yang saya harapkan itu (haha). Pun
Bumblebee sepanjang film kebanyakan hanya berubah menjadi mobil VW kuning yang
terkesan tua dan biasa saja. Tapi alur cerita tetap menarik dan seru kok
(ditambah, menyentuh untuk beberapa bagian cerita). Apalagi, digambarkan tokoh
utama selain Bumblebee, adalah Charlie (Hailee Steinfeld) yang adalah seorang
remaja perempuan (bukan laki-laki), yang punya ketertarikan mendalam dan bakat
menyoal otomotif dan dunia permesinan. Efek CGI juga oke.
Adegan Terfavorit
Adegan dimana Charlie
(Hailee Steinfeld) berusaha mengumpulkan segenap keberanian dan tekadnya untuk kembali terjun masuk ke dalam arus air
yang deras dan luas, demi menolong Bumblebee—yang sudah mengorbankan dirinya
demi menghentikan Decepticon. Akhirnya Charlie terjun juga ke dalam air dan
berhasil menyelamatkan Bumblebee. Adegan ini, meski singkat, bagi saya sangat deep mengingat trauma Charlie terhadap
air dan hal-hal yang berkaitan dengan olahraga loncat indah, karena ingatan
akan ayahnya yang meninggal. Pun, saya senang sekali dengan cerita dimana
Charlie, sebagai seorang perempuan, memiliki andil sebegitu besar untuk Bumblebee.
9. Ralph Breaks The Internet
Rating Saya : 8/10
Rilis di Indonesia : November
2018
Genre : Animation, Adventure, Comedy, Family, Fantasy
Runtime : 112 menit
Sinopsis Film
Enam tahun kemudian setelah menyelamatkan arcade dari Turbo, salah satu perangkat keras dari permainan Sugar Rush rusak, memaksa Ralph dan Vanellope untuk menjelajahi internet via Wi-Fi router yang baru dipasang di Litwak's Arcade, untuk mendapatkan kembali perangkat keras pengganti yang bisa menyelamatkan Sugar Rush. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Untuk imajinasi menggambarkan dunia "internet" dalam sebuah film animasi, film ini jenius! Animasinya juga oke banget. Apalagi di bagian yang menayangkan para Disney Princess, dengan setelan baju rumah bahkan karena pengaruh Vanellope yang luar biasa. Saya juga senang dengan tokoh-tokoh perempuan yang ditampilkan independen dan punya power dalam film ini (seperti Shank, vokal oleh Gal Gadot). Tapi saya cukup terganggu ketika menyadari bahwa Ralph dan Vanellope berbeda usia cukup jauh, dengan persahabatan yang terlalu clingy dari Ralph. Mungkin karena hal ini bukan hal biasa yang saya temui sehari-hari dan rasanya tidak wajar. Rasanya. Film ini juga membahas abis lika-liku internet dan dampaknya zaman now, tentu tak lupa menyelipkan perihal viral dan harsh comments netizen, semuanya dalam kemasan animasi dan cerita yang baik sekali. Cocok ditonton oleh segala usia.
Adegan Terfavorit
Adegan dimana Ralph dan Vanellope tiba di dunia "internet". Imajinasi yang digambarkan dalam animasinya jenius! Internet dalam film ini digambarkan bagai sebuah kota yang sangat besar dan maju dengan segala gemilang dan kerlap-kerlipnya. Simbol-simbol media sosial terpampang di gedung-gedung dan interaksi Ralph dengan para pelaku dunia maya internet, kocak jenius!
10. Spider-Man: Into The Spider-Verse
Rating Saya : 7/10
Rilis di Indonesia : Desember 2018
Genre : Animation, Action & Adventure, Comedy,
Family, Sci-Fi
Runtime : 117 menit
Sinopsis Film
Miles Morales adalah
seorang remaja yang bergulat dengan masalah sekolahnya, masalah pertemanan, dan
di atas semuanya, masalah menjadi Spiderman yang baru. Ketika ia bertemu Peter
Parker, penyelamat kota New York dulunya (Spiderman), dalam multiverse, Miles harus berlatih untuk
menjadi pelindung yang baru untuk kotanya. (Dikutip dari imdb.com).
Review Singkat
Karena saya (mohon maaf kepada para Spiderman fans)
paling tidak menyukai Spiderman dibanding superhero
lainnya dari Marvel, mungkin mempengaruhi review
& rating saya terhadap film ini. Saya sendiri sebenarnya tidak
berencana sama sekali menonton film ini, tapi berakhir dengan menontonnya,
karena dorongan seorang kawan yang insist
bahwa film ini bagus. Over all,
film ini, bagi saya yang bukan fans Spiderman, not bad kok—ide ceritanya yang menggabungkan keseluruhan tokoh
Spiderman dalam komik yang beragam itu, nice.
Outstanding, malah. Juga pesan keseluruhan film, everyone can be spiderman. Apalagi, tokoh utama kulit hitam dan tak lupa menambah tokoh Spiderwoman (Gwen Stacy). Hanya
saja, memang pengisahan tokoh utama (Miles) cukup “berat” secara emosional
sejak awal film (mana di film ini banyak bermain dengan audio dan animasi
berwarna-warni cerah, berputar & bergerak cepat—yang sebenarnya keren, tapi
entahlah saya pikir ada dampak psikologisnya?). Kurang saya rekomendasi jika
memang sedang exhausted dan lelah
emosional. Pun titik bounce back tokoh
utama (Miles) kurang greget buat saya sih, terlalu tiba-tiba dan gak detail
diceritakan prosesnya. Satu lagi, mm, bisa sih ditonton oleh yang gak ngikuti
seri film Spiderman (dan komiknya), tapi lagi-lagi sepertinya lebih baik
menonton dulu—kalau tidak akan jadi seperti saya ini, yang kurang menikmati
cerita juga. Eh tapi, jujur menurut saya sih, seri film Spiderman memang cukup
membingungkan, dengan maju mundur, beda aktor dan penokohan—mungkin itu kenapa
saya nda terlalu suka Spiderman dibanding superhero Marvel lainnya, hehe.
Adegan Terfavorit
Adegan rekonsiliasi
ayah-anak (Miles dan ayahnya). Penokohan ayahnya Miles bagi saya terbaik sih di
film ini, karena sangat apa adanya, mm sesuai realita? Kasih sayang dan
perhatian yang begitu mendalam, tapi mungkin disampaikan dalam cara-cara yang
kurang tepat bagi anaknya. Tapi, diakhiri dengan kerendahan hati yang sangat
saya kagumi, untuk mau meminta maaf lebih dulu kepada anaknya sendiri dan
menginisiasi rekonsiliasi. Adegan ayahnya berdiri di luar pintu kamar asrama
dan minta maaf heart-to-heart itu deep sih.
Selain 10 film di atas,
untuk tahun 2018 ini, sebenarnya masih ada beberapa film yang masih ingin saya tonton (tentunya tak
lagi tayang di bioskop) dan sudah saya tonton tidak di bioskop (online streaming). Termasuk Crazy Rich Asians dan Deadpool 2, yang juga berkesan bagi saya
dan sangat saya rekomendasikan untuk ditonton. Hanya saja, daftar ini sepertinya sudah cukup panjang dan cukuplah
saya akhiri sampai disini dulu. Selamat menyambut ceria 2019 dan film-film menarik
yang akan tayang di dalamnya ;)
No comments: