Refleksi: Dijagai
Dari
pesisir Sulawesi Utara, ketika terapung-apung bersama tim di atas lautan luas
Sulawesi di hari gelap malam di dalam perahu kayu mirip sekoci Titanic yang
hanya muat 16 orang—ketika motor perahu mati mendadak di tengah perjalanan. Sampai
pedalaman Tanah Kalimantan, dimana hutan tampak liar dan medan sangat
menantang. Ketika kami harus berjam-jam mengarungi sungai panjang, dan
terkadang mendorong perahu panjang langsing bermotor itu karena air surut dan
perahu tersangkut di bebatuan dasar sungai. Ketika kami menjelajah hutan
pedalaman Kalimantan hanya dengan sepasang sendal, sebuah botol minum berisi
air sungai yang dimasak, dan setelan pakaian kaos-celana pendek. Untuk mencari
sayur-mayur atau tengkuyung untuk
menu makan siang atau makan malam. Tuhan
menjaga. Tuhan menjagai. Seperti kata lagu hymn, yang sudah ditulis lebih dari seratus tahun yang lalu (lagu ini ditulis tahun 1800an), yang menjadi penguatan dan peneguhan yang
mengantarkanku mengalami perjalanan penjelajahan pedalaman Kalimantan, dua
minggu yang lalu. Dimanapun aku, dalam situasi apapun aku, tiap detik, Bapa Surgawi t’rus menjagaku. Bahagia ya, mempunyai
Bapa yang 24 jam selalu tak lepas memegang tanganmu erat-erat—meski kau sering
tak menyadarinya? Bahagia ya, selalu dijagai meski kau kadang tak menyadarinya?
No comments: