Dengan Sederhana, Lalu Pula Natal Tahun Ini
Bagaimana
melalui natal di tengah pandemi? Kata orang-orang yang keliaran di dunia yang
tak lagi tepat disebut maya, tahun ini rasa natal jadi beda. Segala serba
virtual.
Tak
ada lagi kumpul-kumpul perayaan karena virus berbahaya. Kumpul-kumpul pindah
semua ke sebuah ruang persegi panjang yang diletakkan vertikal atau horizontal
di atas meja yang isinya ajaib bisa menampung semua. Tapi, tak semua bisa
ikut-serta dalam perayaan virtual.
Yang
tak bisa ikut-serta harus mengamini natalnya sendiri.
Kau
juga salah satunya.
Natalmu
tahun ini sederhana saja. Sesederhana perayaan kecil di kamarmu bersama kucing-kucingmu.
Sesederhana mengenang kasih tak terselami dari Pencipta yang mau menanggalkan semarak
dan hebat kemahakuasaan-Nya dengan memilih menjadi serapuh bayi manusia dan mempercayakan diri di
dalam gendongan seorang perempuan muda. Pencipta yang memilih lahir jadi
miskin, bukan kaya—dalam palungan, di kandang domba. Sederhana saja.
Photo by Chris Sowder on Unsplash |
Natalmu
tahun ini sederhana saja. Sesederhana bisa tersenyum bahagia hanya karena melihat
kelap-kelip pohon cemara artisifial mini dengan hiasan pita merah di batangnya
yang kauletak di atas tempat tidurmu, di atas beberapa buku. Puluhan buku-buku
lain ikut serak di sekelilingnya, meramaikan suasana dengan anehnya. Sesederhana
merasa hangat di hatimu menyadari kucingmu duduk tenang menemani di atas kursi
merah yang kauletakkan di dekat pintu. Ia juga segera pindah, ikut tidur
nyenyak di atas selimut di sebelahmu, ketika sudah saatnya kau mengistirahatkan
tubuhmu. Hujan jatuh di luar jendela. Dan, kau sesekali ikut menyanyi bersama lagu-lagu
natal yang kaususun dalam playlist khusus di Spotify.
Tiga
hari ini, lagu-lagu natal mengalun bergantian memenuhi atmosfer ruangan kamarmu
dalam ritme uniknya masing-masing. Membuatmu tak lupa bahwa natal tengah
dirayakan di seluruh dunia. Satu lagu mengingatkanmu akan kelamnya tahun ini (atau apa sudah dua tahun ya?).
Satu lagu mengingatkanmu akan harapan yang masih bisa nyala setelah natal di
hatimu kembali tiba:
Joyful, joyful, we adore Thee,
God of glory, Lord of love;
Hearts unfold like flow’rs before Thee,
Op’ning to the sun above
Melt
the clouds of sin and sadness
Drive
the dark of doubt away
Giver
of immortal gladness
Fill us with the light of day!
(Joyful, Joyful, We Adore Thee—
Henry J. van Dyke, 1907)
Di natal kali ini, kau memasak spagetti untuk dirimu sendiri. Tak ingin repot dengan
racikan bumbu, kau hanya menuang saus spagetti instan dan menambahkan parutan
keju. Jelas bukan masakan mahal. Lalu menikmatinya masih dengan kelap-kelip
lampu pohon cemara artifisial minimu dan lagu-lagu natal di Spotify. Sesederhana itu saja.
Selama
menghabiskan balutan mie dan keju, beberapa refleksi tumpah lagi dalam ingatanmu:
perenungan sepanjang tahun ini. Kau terkenang akan Maria dan pelajaran tentang
kerendahan hati. Maria, Ibu Yesus, dan catatan kitab Lukas tentangnya: Mary kept all these things to herself,
holding them dear, deep within herself (Luke 2:19-20 MSG). Kau terkenang akan
Elia yang ingin mati di bawah sebuah pohon arar di padang gurun (1 Raja-Raja 19:4-7 TB). Kau terkenang akan
Thomas yang tidak ingin memilih percaya sebelum matanya melihat dan tangannya
merasa bukti yang diperlukan hatinya untuk percaya. Baginya, ternyata Kristus tak
kecewa dan justru secara istimewa menyapa, memberikan ruang yang cukup luas
untuk keragu-raguan Thomas bisa bertemu dengan imannya—setelah itu, kata-Nya: jangan ragu-ragu lagi, tetapi percayalah! (Yohanes
20:24-28 BIMK).
Sama
seperti Thomas, di natal kali ini, kau ingin sesederhana berucap: Tuhanku dan Allahku! Sebelum hari
berganti, natal lewat, dan tahun jadi baru.
Kau
mengingat. Menghitung-hitung. 24. 25. 26. Dan 27. Oh sudah 27 Desember?
Begitupun,
tahun ini, lagi-lagi natal telah pergi berlalu. Cepat sekali, katamu.
Cepat dan sesederhana itu.
Tapi,
kau masih saja menyalakan kelap-kelip lampu pada pohon natal mini dan menyetel
lagu-lagu natal pula di Spotify untuk memenuhi atmosfer kamarmu. Sambil mengenang
natal yang sederhana dan nyalanya yang tak redup itu. Sambil terus, tak ingin
berhenti, belajar menyemat kesederhanaan jadi bagian penting dari hatimu.
p.s. :
Depok, 30 Desember 2020. Selamat
hari natal (yang telah lalu).
No comments: