2020, Thank You
Akhirnya,
2020 selesai sudah. Jujur saja, saya awalnya kebingungan harus merangkum 2020
jadi tahun seperti apa, menulis tulisan inipun jadi payah sekali (sampai
berhari-hari & berminggu-minggu, bahkan). 2020 adalah tahun pandemi, jelas—tapi
untuk saya sendiri? Harus diakui, 2020 adalah tahun yang panjang dan rumit,
banyak hal-hal yang tak terduga (secara amat-sangat tidak menyenangkan) dan
saya beberapa kali kehilangan. Tahun 2020 ini berat untuk dilalui: gak bisa kemana-mana dan alih virtual semua, harus betah di rumah. Maka, saya
mencoba menuliskan tulisan ini, setelah membiasakan diri menulis rangkuman
tahun sejak 2017, 2018, dan 2019: sebagai pengimbang (hal-hal baik ternyata masih
terjadi kok di tengah pengalaman-pengalaman yang buruk sepanjang tahun 2020)
dan sebagai pengingat untuk diri sendiri yang seringkali lupa, bahwa saya masih
cukup kuat untuk bertahan dan berjuang.
Photo by Danielle MacInnes on Unsplash |
1. Akhirnya, memulai & launching
#womenonfilms project.
Sudah
sejak tahun 2019, saya punya rencana untuk memulai mengulas film-film dengan representasi
tokoh-tokoh perempuan yang kuat, dalam tulisan. Selama ini (sejak masih kecil),
saya banyak menonton film-film dengan tokoh perempuan yang sangat mengesankan
tapi ternyata belum banyak orang yang mengulas. Padahal, film-film dengan tokoh
perempuan (apalagi menjadi tokoh utama) penting untuk narasi para perempuan. Rencana
ini tertunda terus, sulit saya realisasi—sampai terwujud juga tahun ini. Saya menyebutnya
#womenonfilms project, sejauh ini masih merupakan personal project yang saya kerjakan sendiri. Bisa dikunjungi di
akun Instagram @womenonfilms dan ulasan lengkapnya ada di blog kedua saya, Jasiri Dvorah, blog yang khusus membahas
isu perempuan.
Jangan lupa berkunjung ya! |
2. Mulai menulis fiksi lagi.
Tahun ini saya mencoba menulis fiksi lagi, setelah sekian lama (tujuh tahun terakhir, setidaknya?) hanya menulis tulisan non-fiksi saja. Tahun ini saya mencoba mengikuti lima lomba cerita pendek dan 'masuk nominasi' dua kali (meski sesederhana masuk ke deretan 100 besar dan 250 besar). Darisitu, saya memperoleh hadiah yang cukup membahagiakan sebagai kenang-kenangan dan kesempatan diskusi menulis fiksi bersama penulis Faisal Oddang. Jelang akhir tahun, saya tanpa sengaja, berkenalan dengan Imaji Indonesia, ikut kelas kepenulisan fiksi bersama Mahwi Air Tawar dan bergabung dengan komunitas penulis fiksi pemula yang menggemari sastra Indonesia (dan dibimbing oleh beberapa senior penulis). Demi mempertahankan semangat menulis saya, tahun ini saya juga membuat dinding ide—mencatat baik ide-ide saya dengan kreatif di dinding kamar dekat tempat saya menulis, setelah terinspirasi dari Oleksander di film Queen (2013) & Lord Byron di film Mary Shelley (2017). Bersyukur tahun ini bisa ikut tiga kelas kepenulisan fiksi online dari penulis-penulis fiksi senior (termasuk Mustafa Ismail), for free karena disponsori Tempo Institute, Imaji Indonesia & Inspirasi Pena.
Kenang-kenangan supaya tetap semangat :') |
3. Virtual meeting & nongki
dengan protokol kesehatan karena pandemi.
Temu kangen yang unik tahun ini. Setelah virtual meeting melalui Zoom kekinian karena pandemi, saya dan sahabat-sahabat saya di CJ8 mencoba bertemu virtual lewat Zoom tahun ini: sekitar empat jam kami bercengkerama virtual, tanpa terasa. Saya, Cidhu & Angel juga meluangkan waktu untuk bisa bertemu dan berbincang-bincang bersama di teras rumah saya tahun ini ketika masih di Kota Medan—dengan protokol kesehatan, tentu saja. Masker wajib hukumnya.
4. Many, many, many webinars.
Meski
pandemi mewajibkan semua untuk #dirumahaja, ternyata tahun ini saya (masih)
bisa ikut beragam diskusi komunitas (yang sebagian besarnya dialihkan ke ruang virtual). Pengalihan
ini justru memungkinkan saya untuk bisa ikut sebanyak mungkin diskusi komunitas
dan webinar dengan hemat waktu, energi dan juga biaya transportasi. Saya
belajar banyak sekali tentang berbagai isu. Tahun ini, saya paling sering ikut
webinar dari Magdalene.co, Jakarta Feminist, Samahita Bandung & Purple Code—semuanya diskusi
feminis. :))
Dua webinar yang paling berfaedah telah berbagi pengetahuan baru pada saya tahun ini.~ |
5. Many, many kitchen experiments.
Pandemi
membuat orang-orang mau tak mau lebih
banyak di dapur, tak terkecuali saya. Rasanya lebih aman memasak makanan
sendiri daripada beli. Jadilah, voila, saya
sekalian belajar memasak resep-resep yang baru tahun ini. Tapi tentu saja, saya
tidak suka masakan yang proses memasaknya ribet dan makan waktu lama—jadi saya
belajar resep-resep yang tergolong ringkas saja (tapi tetap nikmat di lidah),
hehe. Favorit saya di 2020 adalah tahu
cabai garam ala Chef Devina dan ayam kuluyuk (ayam asam manis) ala Chef
Wilgoz (kedua resep ini bisa disimak langsung di YouTube channel mereka). Thank you, Chef!
Sebagian dokumentasi hasil masak sederhana di dapur tahun ini (kiri ke kanan: perkedel, soto ayam, tahu cabai garam, ayam tepung & tumis sawi sosis). |
6. Bookclubs, dan bagaimana saya lebih jatuh hati pada buku-buku.
Salah satu kenangan baik 2020 adalah bagaimana tahun ini membuat saya lebih jatuh hati pada buku-buku. Tahun ini, saya menemukan berbagai bookclub dan mencoba ikut bergabung dalam diskusi virtual: seru, seru sekali. Dari sederet bookclub itu, saya mengetahui banyak judul-judul baru sebagai rekomendasi baik yang sangat menarik. Saya juga bertemu orang-orang baru, para pembaca buku yang, ya ampun, betul-betul kuat membaca buku sampai lebih dari 50 judul dalam setahun (dan membuat saya ikut termotivasi membaca lebih banyak buku). Secara khusus, saya berterima kasih untuk Klub Buku Narasi @klubbukunarasi untuk gerakan #sabtubacabuku #akubukabuku dan pertemuan virtual Sabtu Buku-nya, serta untuk Bookish Indonesia @bookishIndonesia untuk online bookclub via Zoom-nya. Ah ya, saya berhasil menyelesaikan baca 14 buku, melebihi target Goodreads Reading Challenge 2020 saya yang hanya 12 buku. Tak lupa, berterima kasih banyak pada sahabat saya Cidhu, untuk rekomendasi baik serta pinjaman buku-bukunya tahun ini. Berkat Cidhu, saya ‘menemukan’ dua penulis perempuan favorit saya yang baru: Avianti Armand & Jodi Picoult.
7. Suka bareng sahabat-sahabat saya.
Di 2020 ini, saya juga ikut merayakan kisah suka sahabat-sahabat saya (Justice yang tahun ini resmi jadi hakim, Citin yang resmi debut karya fiksinya dalam publikasi buku, Utari yang resmi memulai YouTube channel-nya, serta Octhara & Angel untuk langkah baru dalam relasi romantis dan persiapan pernikahan masing-masing, hoho). Tahun ini saya juga bersyukur saya masih bisa awet terus menjaga komunikasi lewat chat & video call dengan sahabat saya, Utari yang per Maret 2020 merantau menyusul suami ke Eropa & sister saya Getha, yang sejak akhir tahun lalu sudah merantau ke German. Saya bersyukur bahwa meski jarak kami terpisah negara-benua-dan-samudera, mereka berdua termasuk kawan-kawan yang membuat tahun pandemik ini jadi lebih bearable.
Afternoon vibe in Netherland (Notts), photo by Utari Romauli, 22-11-2020. Dibagikan pada saya yang sedang suntuk terkurung di rumah karena pandemi, mood booster. |
8. Kado buku-buku dari Justice,
Citin & Rutnia.
Kado
buku selalu membuat saya bahagia meski TBR saya masih banyak sekali di rak buku
saya, hehe. Apalagi untuk buku-buku yang masuk dalam daftar to-buy saya di Goodreads. 2020 ini saya
terharu sekali karena kado buku yang dikirim surprise tepat di hari-H ulang tahun saya oleh sahabat saya,
Justice, jauh-jauh dari Gorontalo. Dua buku tentang kucing, terjemahan dari
Jepang & Thailand. Saya juga terharu karena tak menyangka dikirimi buku
debut pertama sahabat saya, Chrystine. Pun dua buku baru yang bisa saya beli
dari Post Press dengan sponsorship dari
sister saya di Medan, Rutnia. Saya
bersyukur untuk koleksi buku-buku baru. (Oh ya, tahun ini sebagai kado hari ulang tahun ke-29, saya juga dikirimi ilustrasi gambar via e-mail oleh Ruthie). Terima kasih banyak!
Kiri ke kanan: kado buku dari Justice yang dipaketkan dari Gorontalo, buku-buku dari Post Press sekaligus dari Rutnia, & buku pertama yang menandai debut Citin jadi penulis! |
9. 20s photo album project, dan setiap rencana menyambut usia kepala tiga tahun depan.
Ini adalah personal project lainnya yang mulai saya kerjakan tahun ini, jelang masuk usia kepala tiga tahun depan: sebagai persiapan meninggalkan usia 20an tahun di belakang. Saya ingat dulu, untuk berpisah dengan masa remaja, saya menyusun album foto juga. Jadi saya kira, saya perlu menyusun album foto untuk masa usia 20an tahun saya yang panjang—untuk kenang-kenangan akan pengalaman-pengalaman baik dan kawan-kawan yang pernah mampir (meski yang dulu dekat sekarang sudah asing, kenangan baik tetap kenangan baik). Tidak mudah bagi saya melangkah dan melalui usia 29, tahun terakhir saya menikmati usia 20-an tahun, tapi saya bersyukur sejauh ini bisa bertahan. :')
10. Pernikahan adik kelompok kecil
saya di akhir tahun, Clara Silaban.
Berawal
dari sebuah paket ulos dan masker yang dikirim beserta personal letter ke alamat saya, saya terharu setelah tahu salah satu adik
kelompok kecil saya (yang sekarang sudah berubah nama jadi Kelompok Tumbuh Bersama a.k.a KTB) akhirnya melangkah ke jenjang pernikahan. Saya juga
terharu, ternyata kami sekelompok kecil bisa hadir lengkap di pernikahan Clara
& Tua—setelah tak sempat bertemu hampir dua tahun terakhir. Meskipun
pandemi, tahun ini diawali dengan pernikahan kawan baik saya di awal tahun,
Shinly Meivinita Ginting—lalu ditutup dengan pernikahan adik kelompok kecil
saya, Clara Silaban. Saya ikut berbahagia dengan mereka berdua. Selamat memulai
hidup baru!
Kiri: paket ulos-masker dari Clara, kanan: foto lengkap KTB kami (+Tua haha).~ |
11. Menemukan MDL
(mydramalist.com).
Seriously happy. Ini mungkin remeh-temeh-receh bagi
sebagian orang, tapi bagi saya, MDL (mydramalist.com) itu like a very valuable jewel, hahaha. Sebenarnya apa sih MDL itu?
Saya membahasakannya seperti ini saja: sebuah website seperti Goodreads tapi
yang ini khusus untuk melacak dan mendokumentasikan riwayat drama-film Asia
(Korea, Jepang, Thailand, China) yang pernah kamu simak tonton. Tentu berguna
sekali bagi yang senang binge-watch drama
Korea (sekaligus banyak, khususnya yang sedang on air) seperti saya. Apalagi, ada fitur yang mengelompokkan
drama-drama tak hanya untuk plan to
watch, watched, atau currently
watching—ada juga fitur on hold untuk
drama-drama yang sedang di-hiatuskan nonton dan dropped untuk drama-drama yang sudah tak ingin lagi dilanjut
tonton. Untuk drama yang lagi ditonton, kita juga bisa update udah nonton berapa episode biar ga kelewat. Seru.
Tampilan watchlist di MDL.~ |
12. Bergabung dengan Blogger
Perempuan.
Tahun 2020 ini saya bergabung juga dengan Blogger Perempuan, mendaftarkan dua blog saya: baik Twists & Turns ini dan Jasiri Dvorah. Menarik sekali. Sebagai anggota, kita bisa ikut promosi tulisan-tulisan blog kita di web Blogger Perempuan—dan nanti akan terangkum seperti tampilan di bawah ini. Saya juga jadi tahu lebih banyak blog dari rekan-rekan blogger perempuan lain dan bisa saling berkunjung (blogwalking, blogwalking). Terima kasih, Blogger Perempuan Network!
13. Craft trial-error: needle felting & paper quilling.
Meski masih langkah pertama, saya bersyukur tahun 2020 ini saya mulai belajar kerajinan tangan baru. Ada dua yang membuat saya tertarik dan telah saya coba setelah pesiar di Pinterest. Yang pertama, needle felting. Ini sejenis kerajinan yang menggunakan benang tapi alih-alih dijahit, (serat) benang malah ditusuk-tusuk sampai menggumpal dan membentuk figur kreatif sesuai yang dimau. Meskipun kelihatannya gampang, setelah dicoba saya akui kerajinan ini ternyata sulit—apalagi juga bergantung signifikan pada kualitas benang yang dipakai. Yang kedua, paper quilling. Ini mirip dengan kokoru paper craft yang sudah saya kerjakan bertahun-tahun belakangan sejak 2015-2016—tapi dengan material kertas yang lebih kecil dan lebih tipis, serta mempergunakan alat bantu dengan teknik yang jauh lebih rumit. Tapi, saya suka! Langkah pertama untuk merealisasi cita-cita punya craft bussiness, semoga ya.
Percobaan pertama paper quilling craft saya :) |
14. Belajar ‘berubah dari rumah’:
belajar untuk lebih ramah lingkungan.
Yang ini sebenarnya sangat tidak terduga. Awalnya, saya mengikuti satu webinar tentang kepenulisan kampanye sosial yang ternyata sepaket dua webinar dalam gerakan #berubahdarirumah. Saya ikut webinar yang satunya dan mendapat pengetahuan banyak sekali tentang zero waste dan gerakan lingkungan. Pas sekali belakangan saya gelisah mempertanggung-jawabkan jejak lingkungan saya pada Ibu Bumi. Dari webinar #berubahdarirumah, saya ketemu komunitas baru yang membuka ruang diskusi di grup WhatsApp—sama-sama untuk belajar, pelan-pelan, perlahan-tapi-pasti, untuk mulai jaga lingkungan, kurangi plastik dan #berubahdarirumah.
15. Ikut Kelas Online dari Tempo
Institute & Harvard University.
Pandemi berhasil menyulut tren satu kebiasaan yang baru: kelas online. Tak hanya diselenggarakan oleh universitas untuk para mahasiswanya yang sedang belajar dari rumah, kelas-kelas online juga digelar oleh lembaga-lembaga pelatihan seperti Tempo Institute (kelas jurnalistik). Saya bersyukur bisa mendapat dua kelas kepenulisan gratis dan satu kelas kepenulisan berbayar di Tempo Institute tahun ini. Bahkan, tahun ini, Harvard University membuka (banyak) kelas virtual untuk siapa saja secara gratis (hanya berbayar bagi yang ingin mendapat sertifikat): kesempatan baik dong mencoba seperti apa rasanya kuliah online Harvard University. Saya sempat mencoba juga, kelas child protection, tapi tak selesai sampai tengat waktu dan saya belajar sesuatu: ternyata kelas online yang serba mandiri sungguh butuh displin tinggi. Meski gratis, sungguh kelas virtual Harvard University tak bisa disepelekan. Silabusnya disusun sangat detail dengan berbagai tugas-tugas mandiri, benar-benar seperti kuliah satu semester penuh. Saya pun harus mengakui sudah dapat banyak ilmu pengetahuan baru seputar isu kekerasan pada anak dari kelas virtual itu (salah satunya, bagaimana dampak menyaksikan KDRT orang tua ternyata berbeda pada anak perempuan & anak lelaki).
16. Memulai food journal & sleep
tracker.
Tahun ini saya berkenalan dengan food journal & sleep tracker—mencoba mulai menulis demi pola hidup yang lebih baik. Saya sadar punya data hidup sendiri itu penting juga untuk manajemen kesehatan. Di food journal, saya menuliskan menu makanan (dan minuman) saya setiap hari (sekalian untuk evaluasi rencana memasak yang biasanya sudah disusun sebelum belanja ke pasar setiap dua atau tiga minggu sekali). Di sleep tracker, saya memantau pola tidur saya, dari berapa lama sampai jam berapa. Saya juga bersyukur bahwa tahun ini, saya masih terus menulis mental health journal & gratitude journal. Tak terasa, sudah lewat satu tahun saya berkomitmen menulis jurnal-jurnal ini.
Ah ya, satu lagi! Self-compassion journal :') |
17. Kesehatan untuk sekeluarga
(termasuk kucing-kucing).
Di
tahun pandemi ini, kesehatan sekeluarga adalah satu hal yang ingin saya syukuri
secara khusus. Saya ingat sejak kabar virus COVID-19 di awal tahun, saya panik
dan cemas—memikirkan kemungkinan terburuk atas keluarga saya (apalagi ayah saya
yang termasuk kelompok rentan karena telah lansia dengan disabilitas fisik dan
riwayat penyakit stroke). Termasuk juga kucing-kucing saya, mengingat ada
anjing dan kucing di luar negeri yang telah terdeteksi terjangkit COVID-19 (kucing-anjing
bisa tertular dari manusia, meski tak bisa menularkan pada manusia). Sampai
tutup tahun 2020, saya sungguh bersyukur semuanya masih dianugerahi kesehatan
dan jauh dari virus corona.
18. Beberapa awal yang baru.
Yang ini masih sulit saya jelaskan dan tidak bisa saya bagikan semuanya: rasanya nano-nano. Masih dalam proses mengawali juga, yang perlu banyak belajar bersabar. Saya memilih menyimpannya dulu di dalam hati dan bersama orang-orang terdekat saja. Tetap untuk beberapa awal yang baru dan pintu-pintu yang tanpa saya kira terbuka lagi di 2020 ini, syukur saya kepada Tuhan. Semoga saya bisa melangkah dengan yakin, tak goyah karena cemas, ragu, atau duka di masa lalu.
Kiri: merombak sederhana kaca lemari yang dengan naasnya pecah tahun ini sebagai simbol resiliensi saya, kanan: penyemangat sederhana di dinding ide saya :') |
________________________
Di tahun ini, sepertinya semua orang berjuang dan bergumul bersama-sama. Karena pandemi dan segala ketidakjelasan, kecemasan, dan kerepotannya. Beberapa harus menanggung kehilangan dan berita duka (saya juga, karena beberapa dosen saya di kampus kuning dan eks-ketua yayasan di kantor lama saya dulu meninggal, direnggut corona pula). Tak hanya itu, saya harus kecewa berat di bulan Juli, karena skandal kasus kekerasan seksual David Desrosiers, gitaris & backing vocal dari Simple Plan (yang sudah saya gandrungi belasan tahun lalu sejak masih remaja). Di bulan April, akun Twitter yang sudah 11 tahun saya jaga awet sejak 2009, lenyap secara tragis hanya karena saya lupa aktivasi lebih dari 30 hari (terhapus otomatis oleh sistem, salah satu aturan Twitter yang saya paling tidak suka). Juga beberapa hal personal lainnya yang sebenarnya lebih (& paling) membebani jiwa dan hati saya ketimbang hal-hal ini, tapi saya tak bisa cerita detailnya disini (saya sungguh-sungguh berterima kasih untuk sahabat-sister saya yang telah menjadi supporting system & mendampingi selama saya mengurusi perkara-perkara ini: Justice, Getha, Utari, Cidhu & Citin).
Di tengah
segala yang terjadi di 2020, ternyata saya masih kuat untuk memulai beberapa
hal yang baru. Itu yang ingin saya rayakan dalam tulisan ini—setelah dituliskan,
saya baru menyadari ternyata banyak hal yang saya mulai tanam dan pupuk di
tahun ini: mulai (belajar) menulis fiksi lagi, memulai #womenonfilms project, mulai belajar kerajinan tangan yang baru (paper quilling, apalagi), memulai 20s photo album project, mulai ikut
belajar #berubahdarirumah, mulai ikut diskusi-diskusi buku di online bookclubs, mulai bergabung dengan
Blogger Perempuan Network, mulai coba ikut kelas-kelas pelatihan virtual, mulai menulis catatan jurnal yang baru (food journal & sleep tracker). Pun
memulai beberapa hal lainnya (poin 18) yang saya belum ingin bagi. Sepertinya saya harus lebih banyak merangkul diri sendiri yang sering sekali saya kecilkan daya tahannya ini.
Sebelum
berpisah dengan 2020, saya juga mulai mengambil tanggung jawab akan hal-hal
yang seperti benang kusut terlupa di belakang selama masa-masa kelam dua tahun
belakangan dan mulai berdamai dengan hal-hal yang tampak menyakitkan, dengan
pertama-tama belajar memeluk dan merangkul diri saya sendiri lagi. Saya yakin
sekarang, kita ternyata lebih kuat menanggung hidup daripada yang kita kira
sebelumnya. Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip kata-kata Frida Kahlo, pelukis perempuan asal
Meksiko yang sangat mengesankan saya dan baru saya telusuri ceritanya (yang jadi inspirasi) tahun
ini: "At the end of the day, we can endure much more than we think we can."
No comments: