SIMBOL
Kita
hidup dalam dan dengan simbol-simbol. Kita membuat menyusun mengukir melempar
atau melepaskannya bagi yang lain. Orang lain melakukan yang sama bagi kita.
Kita tak selalu bisa berterus terang. Mengatakan tidak jika tidak, ya jika ya.
Kita terbungkus sebuah permainan interaksi, cara metode untuk berkomunikasi.
Kita menulis, kita melukis, kita berbicara melalui tulisan dan lukisan kita.
Sayangnya, simbol-simbol bisa salah ditangkap, diresap. Simbol-simbol bisa
menghujam mereka yang tak berniat kita hujam — simbol-simbol bisa menelanjangi
mereka yang tak ingin kita telanjangi — simbol-simbol bisa menyadarkan,
menobatkan, yang tak terpikir kita sadarkan atau tobatkan. Kita mendekam dalam
simbol-simbol, melihat dan mengoleksi, memberikan dan melupakan. Simbol-simbol
bertahan dan mati dalam telapak tangan dan jari-jari kita, hidup serta luluh
dalam pandangan kedua bola mata kita. Simbol-simbol gugur dalam kepala kita,
seperti daun tanggal dari pohon lapuk hilang dimakan tanah begitu saja jika tidak
kita artikan — tapi pun bisa menjadi seperti jenazah di dalam makam yang
dirawat dengan bunga warna-warni jika kita defenisikan mendalam.
Di
sudut hari dimana kita sendiri, kita diam mempertanyakan lagi hidup yang kita
jalani ini. Lelahkah kita hidup dalam simbol-simbol? Yang berulang kali diinterpretasi
dan di re-interpretasi — dalam ketepatan tapi juga dalam kesalahan? Relakah
kita mati karena simbol-simbol? Jika interpretasi berasa terlampau kejam di
hati di pikir ini?
Kadang,
aku lelah hidup dalam simbol. Aku lelah melukis atau menulis simbol-simbol. Aku
lelah melihat menangkap mencoba mengartikan simbol-simbol. Tapi hidup tak
memberi pilihan lain. Kita telah terjebak rutinitas sistem nilai yang sama,
untuk terus berinteraksi dalam simbol-simbol yang tak pasti.
p.s. :
Bogor,
20 Mei 2017. Mengingat kelas sosiologi
yang bercerita tentang teori interaksionisme simbolik.
No comments: