Refleksi: Jika Jalannya Sulit
Jika tahu
jalannya sulit, akankah kau tetap melangkah sungguh? Jika tahu jalannya adalah cerita
derita, maukah kau tetap bertahan bersamanya? Jika tahu jalannya menuntut
pengorbanan yang paling dalam dari hidupmu, maukah kau terus memberikannya? Jika jalan itu tampak tak secemerlang yang kau harapkan, tak seindah yang kau pikirkan, bahkan
terlalu banyak batu, lubang, air mata, hujan dan api, akankah kau tetap
meneruskan perjalananmu?
Jika jalannya
tak akan pernah menjanjikanmu untuk bahagia seperti defenisimu, jika jalannya
berarti ada banyak paku yang harus kau tancap ke salibmu, jika jalannya tak
terlihat semenarik jalan pendahulu atau tak sehebat jalan sesama rekan pejalan
kakimu, jika jalannya jelas tampak sangat berbeda dari jalan yang
ditempuh semua orang di sekelilingmu, maukah kau tetap memilih jalan yang sebenarnya telah
kau pilih itu?
Jika jalannya
mengharuskanmu untuk jatuh, lalu terluka, jika jalannya menuntutmu untuk menangis
demi belajar apa yang baru, jika jalannya membuatmu berguling-guling bingung
dan pusing demi tiba di tingkatan yang lebih lagi, relakah kau tetap bertahan di
jalanmu? Jika jalannya memintamu tinggal dan berhenti ketika kau justru ingin pergi, jika jalannya
membawamu untuk berkali-kali naik dan turun hanya untuk meruntuhkan ego di
dalam hatimu, akankah kau membiarkannya mengajarimu sesuatu?
Jika memilih
jalan itu berarti siap untuk tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan orang,
kadang tanpa bisa atau yakin untuk menjawabnya, jika memilih jalan itu berarti
siap dicela atau dihina karena ekspektasi manusia yang melihatmu tak bisa
mencapainya, jika memilih jalan itu berarti membiarkan orang sanggup menyilet-nyilet
harga dirimu, maukah kau tak berpaling dari jalanmu?
Jika tidak akan
ada buah, jika tidak akan ada panen, jika tidak akan ada ladang yang di matamu
tampak menguning, jika tak akan ada hadiah, jika tak akan ada prestasi atau
prestise apapun, di sepanjang perjalanan bahkan sampai di ujungnya nanti—akankah
kau tetap tabah dan berjalan dan menerima apa yang menjadi kehendak yang
menciptakan jalan dan menginginkanmu berjalan di jalan itu?
Jika dari awal
sampai ujungnya ia hanya mengandung penderitaan dan memintamu tanpa henti ikut berkorban menyangkal dan mengecilkan diri,
jika akhir jalannya bukanlah cerita dimana kau bisa menutup mata sambil tersenyum
atau tertawa—akankah kau tetap memilihnya?
Masih banyak
jalan lain, kata mereka. Terlalu banyak. Terlalu indah dibandingkan yang ini. Yang
lebih mewah. Yang lebih mulus. Yang lebih menawan. Yang lebih memikat. Yang
lebih membanggakan. Yang lebih menggiurkan. Yang dipilih banyak orang. Yang dijalani
banyak orang. Dan yang lebih “kita” inginkan, bisik raga dalam dirimu. Yang bisa disukai
dan dipuja tanpa disadari secara manusiawi. Jika memang ada banyak jalan lain yang bisa kau
pilih—selain jalanmu yang sulit yang penuh penderitaan dan pengorbanan itu—akankah kau pilih yang lain?
(Sebuah
Perenungan: Jakarta-Cikarang, Akhir Mei 2016)
p.s. (dikutip dari pesan sang pembuat jalan sulit itu) :
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteKakkk. Selamat berjalan :")
ReplyDelete