Balok di Dalam Mata
Photo by Andrii Podilnyk on Unsplash |
Mengapakah
engkau melihat selumbar di mata
saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?
Ada tiga
pertanyaan: Satu, mengapa manusia sulit melihat kelemahan pribadinya, apalagi
mengakuinya, dan lebih cepat melihat kelemahan orang lain? Dua, mengapa manusia
cenderung untuk berpikir bahwa orang lain penuh dengan kesalahan dan ia sendiri
baik-baik saja? Tiga, mengapa manusia tak berhati-hati, supaya jangan jatuh pada
kenyataan, jangan-jangan ia sendiri melakukan yang lebih jahat daripada orang
yang ia hakimi? Atau, mungkin ada empat pertanyaan. Yang keempat, jika memang ini adalah kenyataan, untuk manusia menghakimi -- bisakah pertanyaan-pertanyaan dan asumsi-asumsi yang belum terbukti itu disimpan saja di dalam hati dan tak lahir sebagai penghakiman yang melukai mendalam?
Ah, jikalau bisa, saya ingin memilih untuk berdiam diri. Dan membayangkan, sebuah dunia dimana kasih bertahta. Kasih tidak akan mengabaikan kesalahan, tetapi ia juga tidak akan menghakimi dan tidak menyudutkan pelakunya. Kasih akan memeluk mereka.
Ah, jikalau bisa, saya ingin memilih untuk berdiam diri. Dan membayangkan, sebuah dunia dimana kasih bertahta. Kasih tidak akan mengabaikan kesalahan, tetapi ia juga tidak akan menghakimi dan tidak menyudutkan pelakunya. Kasih akan memeluk mereka.
No comments: