Kampanye #OceanLovers dari Greenpeace
Belum lama, saya
akhirnya memutuskan untuk ikut terlibat dalam gerakan peduli lingkungan yang
diperjuangkan oleh salah satu NGO lingkungan internasional yang cukup ternama—Greenpeace.
Keterlibatan saya sejauh ini memang hanya berupa sebuah aksi sederhana,
sesederhana melalui dunia online. Saya memutuskan memberi dukungan secara
online pada Greenpeace semenjak tertarik dengan salah satu kampanye yang mereka
perjuangkan, yaitu Kampanye 100 Indonesia Hijau dan Damai. Sejak saat itu, saya
mulai secara rutin mendapatkan email follow up kampanye dari Greenpeace di
yahoo mail saya—tetapi bagi saya, mendapat setiap email dari Greenpeace merupakan
sebuah kesenangan tersendiri. Kenapa? Karena isinya selalu menarik dan signifikan
untuk diperhatikan. Ya, mungkin juga karena saya sudah semakin jatuh hati pada
gerakan penyelamatan lingkungan.
Kampanye 100%
Indonesia Hijau dan Damai ini sendiri ternyata telah sukses menggalang 113.595
suara (yang mana 1 suaranya termasuk suara saya, hehe) dan menghasilkan
kemenangan besar untuk para pencinta lingkungan di Indonesia. Inipun telah
disampaikan kepada Presiden Terpilih Joko Widodo, secara khusus mengingat Bapak
Presiden mengenai #PRke7—yaitu “PR Lingkungan”. Hasilnya? Bapak Presiden Jokowi
benar-benar sudah melakukan salah satu langkah konkrit berupa blusukan asap ke
Provinsi Riau, bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya.
Kesuksesan besar ini juga dilakukan Greenpeace bersama koalisinya, yaitu Koalisi
Blusukan Asap (WALHI, Change, dan Yayasan Perspektif Baru, Jikalahari).
Mengikuti jejak
perjuangan gerakan lingkungan dari Greenpeace membuat saya bernostalgia ke lima
tahun yang lalu (ya ampun, ternyata sudah lama) ketika saya masih duduk di
bangku kuliah dan mempelajari mengenai mata kuliah Sosiologi Lingkungan. Itu
kali pertama mata saya benar-benar terbuka mengenai realita lapangan terkait
masalah lingkungan—beserta segala hiruk-pikuknya. Mulai dari pergerakannya,
perdebatannya, semuanya. Saya juga baru memahami betapa pentingnya bagi saya sendiri untuk benar-benar
mengambil komitmen peduli lingkungan hidup. Meskipun, harus diakui, di negara
Indonesia tempat kita dikandung dan dibesarkan ini, mungkin belum sesensitif
negara maju mengenai isu lingkungan—sehingga banyak orang masih saja acuh tak
acuh mengenai isu lingkungan. Kita harusnya tidak boleh terpengaruh.
Salah satu yang
tidak akan pernah saya lupakan adalah sebuah pelajaran mengenai ecological footprints. Atau, dalam
bahasa Indonesianya mungkin bisa diterjemahkan sebagai jejak lingkungan. Sederhanannya berarti, sejauh apa setiap
keputusan kehidupan yang kita ambil memberi dampak bagi lingkungan? Ini sungguh
sebuah pertanyaan. Ya, kita harus mempertanyakan ini pada diri kita sendiri. Seberapa
plastik yang kita putuskan untuk bawa pulang ketika belanja di supermarket? Seberapa
kertas yang tidak kita maksimalisasi dan kita buang-buang di kampus atau di
kantor? Apakah kita memilih makanan yang ramah lingkungan, atau justru makanan
yang tidak ramah lingkungan? Setiap keputusan kehidupan yang kita ambil sebenarnya
memberi dampak bagi lingkungan hidup, kecil ataupun besar. Sadarkah kita?
Sampai sekarang,
saya masih benar-benar berjuang untuk mengingat sekaligus mempraktikkan ecological footprints ini. Teristimewa,
masalah penggunaan tissue. Ini sebuah
pengakuan dosa, untuk masalah tissue saya benar-benar belum bisa. Tapi selain tissue, saya sudah mulai berusaha. Misalkan, untuk mengurangi berbelanja
dengan banyak plastik di supermarket atau minimarket. Berhemat memakai kertas bolak-balik
dan menulis dengan tulisan saya yang amat-sangat mini (banyak orang yang
berkomentar begitu dan saya senang setiap kali mereka menyebut “tulisan lo ini
bisa menghemat kertas nih yul” di kalimat akhir mereka, haha). Tidak membuang
sampah sembarangan. Ini tindakan-tindakan sepele, tapi susah lo dikerjakan
tanpa niat memutuskan rantai rutinitas dan kebiasaan.
Tapi, abaikanlah
mengenai cerita saya di beberapa paragraf terakhir. Saya ingin kembali mengingat
pada gerakan lingkungan Greenpeace. Jadi, beberapa waktu yang lalu, saya
menerima email lagi dari Greenpeace di Yahoo Mail saya. Kali ini, mengenai kampanye
#OceanLovers, yaitu kampanye memperjuangkan kecintaan kita akan laut. Judul
emailnya saja sudah sangat membakar semangat:
“Yuliana Martha, Buktikan Cintamu
Pada Laut!”. Membaca judul ini, saya langsung teringat momentum ketika saya
duduk mengobrol di pinggir pantai Pulau Gangga, sebuah pulau kecil di atas
Pulau Sulawesi, dengan puas memandangi lautan biru-hijau mengagumkan tepat terhampar
di depan mata saya. Atau ketika saya terbang dengan pesawat mini Wings Air di
atas lautan yang mengelilingi Pulau Nias, bersiap untuk pendaratan. Saya terpesona
akan betapa birunya, dan betapa luasnya lautan itu. Atau ketika saya berada di
sebuah pantai bernama Pantai Baron di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
dengan kaki setengah terbenam di pasir putihnya, menahan diri untuk tidak ikut
berenang bersama adik dan sepupu saya, karena tak bisa menahan rasa kagum saya
pada lautan luar biasa di depan mata saya. Yes,
I love oceans. I love oceans, so deep! And, I am ready to join that
#OceanLovers Campaign from Greenpeace! (Sayangnya, untuk ikut mengkampanyekan ini melalui social media saya, saya belum bisa dalam waktu dekat--saya masih terikat komitmen untuk "hibernasi" dari seluruh social media saya, kecuali whatsapp & LINE karena fungsinya sudah seperti sms).
Akhirnya, tanpa
banyak menunggu atau berpikir, saya langsung mengklik link yang tertera pada
email tersebut. Link itu mengantarkan saya sampai di salah satu halaman blog
dari Greenpeace Indonesia ini. Judulnya 7 Resolusi Untuk #OceanLovers. Apa saja
isinya? Saya mengulanginya seperti di bawah ini.
1. Resolusi #OceanLovers saya: Menuntut Suaka Laut untuk
melestarikan kehidupan laut.
2. Resolusi #OceanLovers saya: Berbagi cinta untuk laut
dengan mengirimkan sebuah #OceanKiss!
3. Resolusi #OceanLovers saya: Pastikan mengurangi
penggunaan plastik karena plastik berakhir di laut dan dapat menyakiti makhluk
laut.
4. Resolusi #OceanLovers saya: Melawan polusi karbon
dari pemanasan & pengasaman lautan.
5. Resolusi #OceanLovers saya: Bantu hentikan
#monsterboats menguras isi lautan.
6. Resolusi #OceanLovers saya: Hindari penangkapan ikan
yang berlebihan atau penangkapan dengan cara yang merusak.
7. Resolusi
#OceanLovers saya: Selamatkan lumba-lumba #Vaquita Meksiko. Hanya tinggal
tersisa 97 ekor!
Resolusi ke-5 yang
paling menarik perhatian saya. Resolusi itu adalah mengenai kampanye
menghentikan #monsterboats. Ini kampanye dari Greenpeace Internasional. Link yang
ada di halaman blog mengantarkan saya lagi ke sebuah halaman baru, halaman
khusus kampanye fair fishing. What is
fair fishing? Gambar yang saya copy paste ini dari halaman khusus kampanye
tersebut mungkin bisa membantu menjelaskan.
Setelah memperhatikan
baik-baik, saya teringat acara televisi yang saya tonton beberapa bulan lalu
mengenai perjuangan para nelayan kecil. Para nelayan kecil yang terancam
kehilangan pekerjaan yang sudah dari generasi ke generasi mereka geluti hanya
karena jajahan monster boat owners! Dan
akhirnya, ujung dari masalah ini jika tidak terselesaikan tetap sama dengan passion saya. Poverty and marginalization. Bayangkan saja, there are 12M people—those employed globally in small-scale fisheries!
Tak perlu berpikir dua kali bagi saya untuk langsung memberikan dukungan suara
online saya terhadap kampanye ini.
Akhirnya, saya ingin
menutup tulisan kali ini dengan ajakan untuk bergabung. Bergabung sebagai
pencinta lingkungan, meskipun baru new
comer seperti saya ini :) Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Visit Greenpeace! :)
No comments: