Refleksi: Ketika Kita Patah Hati

June 14, 2012

“Korban sembelihan kepada Allah adalah jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.”

“Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” 

(Mazmur 147:3,  51:19)


Photo by Jilbert Ebrahimi on Unsplash

Patah hati itu bukan hanya ketika seseorang menolak pernyataan cintamu dan memilih yang lain. Kita sering kali mempersempit pemaknaannya. Padahal, kita bisa mengekspresikan kata patah hati itu dengan begitu luas, dengan begitu banyak makna. Bukan hanya soal hubungan cinta kasih antara seorang manusia dan manusia yang lain. Kita mendefenisikan patah hati dengan terlalu sederhana.

Patah hati itu juga terjadi ketika orang tuamu mengingini kau melakukan A tapi ternyata kau tidak sanggup dan kau juga mengingini untuk melakukan B. Patah hati itu juga terjadi ketika ada sesuatu yang tidak beres dengan hatimu, keadaan emosionalmu. Patah hati itu juga terjadi ketika kau dikhianati sahabatmu, atau orang yang begitu kau percaya sepenuh hati.

Patah hati itu juga terjadi ketika kau merasa mengecewakan Dia. Ketika Dia menyuruhmu memilih dan melakukan “plan A” tapi kau merasa lebih baik memilih dan melakukan “plan B”, karena menurutmu, kau tidak sanggup menjalani segala konsekuensi yang dituntut dari plan A. Tetapi kau juga tidak bisa untuk tidak memilih plan A. Kau tidak sanggup melawan Dia dalam kehendak bebasmu, kau memang tidak ingin melawannya. Kau patah hati karena tidak bisa memilih plan B, tetapi kau juga patah hati karena sadar kau sedang tidak sehati dengan-Nya untuk memilih plan A—sesuatu yang seharusnya tidak lagi terjadi. Kau patah hati karena kau kurang percaya pada-Nya. Kau patah hati karena kau membatasinya dalam rasionalitasmu. Kau patah hati karena kau belum melihat rancangan rencana itu, seutuhnya.

Patah hati itu ketika kau ingin mengikuti Dia dengan taat sepenuhnya, tetapi nyatanya kau masih belum bisa mengikuti Dia sepenuhnya. Patah hati itu ketika kau ingin mengaminkan rencana pilihan-Nya yang terbaik, tetapi nyatanya kau belum bisa mempercayai rencana itu di dalam hati dan pikiranmu. Patah hati itu ketika kau ingin menyerahkan seluruh tentangmu seutuhnya pada-Nya, tetapi ternyata belum bisa benar-benar kau lakukan. Patah hati itu ketika kau sebenarnya sudah dan selalu tau kalau Dia selalu mengasihimu dengan kasih yang tidak pernah terbatas, tetapi nyatanya, kadang kau meragukannya.


No comments:

Powered by Blogger.