5 Film Menyentuh Hati Harus Segera Kamu Tonton
Penyuka genre film yang bertutur tentang real life (kehidupan nyata)? Senang
dengan perasaan terinspirasi dan tercerahkan setelah menonton film bergenre real life ini? Kalau begitu kita satu
selera. Saya juga. Pas sekali. Di tulisan kali ini, saya ingin berbagi cerita
tentang 5 heart-touching movies yang
belakangan baru saya tonton. Sebelumnya, maaf, tulisan ini sedikit mengandung spoiler. Sedikit saja kok, sedikit, tidak
banyak-banyak, wk. Bagi penyuka genre real
life atau heart-touching movies seperti
saya, lima judul film ini sangat-amat saya rekomendasikan untuk ditonton ;)
1. To The Bone (2017)
Sebelumnya, saya tak pernah tahu bagaimana perjuangan hidup
yang harus dihadapi teman-teman penderita eating
disorder (anorexia/bulemia). Namun, To The Bone (2017) menolong saya untuk
mencoba memahami. Film ini bercerita tentang seorang perempuan berusia 20-an
bernama Ellen, yang mengikuti unconventional
theraphy dari seorang dokter untuk menyembuhkan penyakit anorexia di sebuah
rumah bersama enam pasien lainnya.
Fave scene : Pergeseran klimaks yang begitu cepat, yang saya kira sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Ketika
kondisi Ellen sudah jauh lebih baik setelah terapi, termasuk karena bantuan
Luke (salah satu pasien laki-laki penderita anorexia)
dan pesta baby shower untuk calon
bayi Megan (salah satu pasien perempuan penderita bulemia) yang berhasil melalui usia 3 bulan, tiba-tiba terjadi
kondisi tidak terduga. Megan keguguran, diduga akibat memuntahkan makanannya
terlalu keras. Di saat sama, Ellen pun mengalami konflik internal dan
relasional dengan Luke dan Dr. William Beckham. Ups-downs in life, memang datang dan pergi seperti dan secepat roller coaster.
Insight : Dari To The Bone (2017), saya baru tahu bahwa seorang penderita anorexia bisa sangat bergumul dengan berat hanya untuk makan
sesuatu, karena hitung-hitungan kalori tak bisa diacuhkan begitu saja. Bahkan,
meski makanan itu termasuk makanan yang sangat-sangat disukai dan diingini.
Sungguh tidak mudah menghadapi penyakit seperti anorexia, pun bulemia yang
cenderung akan memuntahkan semua
makanan yang sudah dimakan karena rasa bersalah setelah makan. Meja makan bisa
menjadi tempat paling menyiksa. Saya sangat berharap bahwa teman-teman
penderita eating disorder bisa terus mendapatkan
segala dukungan dan semangat yang dibutuhkan, dari internal dan eksternal,
untuk melewati masa-masa sulit.
2. Spirits’ Homecoming (2016)
Sulit untuk tidak menangis sepanjang menonton film
ini. Isu yang diangkat memang benar-benar menyayat-nyayat hati. Ya, film ini
mengisahkan tentang penderitaan para jugun ianfu, para perempuan yang menjadi
korban perbudakan seksual zaman penjajahan Jepang, khususnya di Korea Selatan. Para
perempuan ini diambil paksa dari keluarga mereka dan kebanyakan masih di bawah
umur (14-16 tahun), lalu ditempatkan di semacam rumah pelacuran di dekat daerah
perang Jepang, untuk memuaskan nafsu para tentaranya.
Secara khusus, Spirit's Homecoming (2016) bercerita tentang persahabatan
dua perempuan remaja yang dipaksa menjadi jugun
ianfu, Jung-Min (14) dan Young-Hee (16). Setelah sekian lama menjadi korban
perbudakan seksual, kedua perempuan remaja ini akhirnya mendapat kesempatan
untuk kabur dan pulang ke Korea Selatan, setelah Jepang kalah perang.
Sayangnya, hanya Young-Hee yang berhasil pulang. Jung-Min tertembak dalam
perjalanan, karena menyelamatkan Young-Hee. Young-Hee hidup sampai tua, sampai
puluhan tahun kemudian. Namun, pengalaman traumatis perbudakan seksual dan
ingatan akan akan Jung-Min tidak pernah terhapus dari ingatannya. Mengetahui
usianya tak lama lagi, Young-Hee melakukan upacara pemanggilan arwah untuk
memanggil pulang Jung-Min dan semua korban perang dan perbudakan seksual Jepang
di tahun 1940-an itu.
Fave scene : Ketika semua arwah korban perang dan perbudakan
seksual Jepang dari Korea Selatan pulang
kembali ke tanah kelahiran, ke Korea Selatan. Termasuk Jung-Min, yang
akhirnya dapat kembali pulang ke rumah dan keluarganya. Setelah sekian lama, setelah
sekian puluh tahun berlalu. Haru.
Insight : Begitu banyak hal tentang penderitaan perbudakan
seksual yang dialami para jugun ianfu yang diceritakan detail dalam Spirits' Homecoming (2016). Termasuk
kenyataan sejarah bahwa kebanyakan dari para jugun ianfu, tak hanya dari Korea tapi dari banyak negara lain yang
dijajah Jepang termasuk Indonesia, tidak pernah pulang. Tak sedikit pula jugun ianfu yang mati dibunuh ketika tak
lagi produktif atau dianggap berguna. Benar-benar dianggap bukan manusia. Perbudakan
seksual merupakan salah satu kejahatan yang paling kejam menggurat sejarah
penjajahan.
3. A Dog’s Purpose (2017)
Pencinta binatang, khususnya anjing? Siap-siap baper menonton film ini. Seperti
judulnya, A Dog's Purpose (2017) memang mempertanyakan mengenai makna hidup seekor anjing,
oleh seekor anjing. Untuk mencari makna hidup ini, anjing ini harus melewati
beberapa kehidupan (semacam reinkarnasi kembali, tetapi menjadi anjing yang
berbeda jenis), juga pemilik. Di setiap kehidupan, ada cerita yang haru tentang
perenungan kehidupan seekor anjing dituturkan oleh A Dog’s Purpose (2017).
Mulai dari jadi anjing di penampungan, anjing polisi, anjing mahasiswi, sampai
anjing yang tak begitu diperhatikan oleh majikannya sendiri.
Fave scene : Ketika Ethan-yang-sudah-tua akhirnya percaya bahwa
anjingnya, Buddy, adalah juga anjingnya, Bailey, di masa kecil. Nostalgia!
Insight : Anjing atau binatang peliharaan nyatanya adalah salah
satu the best companion in life. Itu
kenapa orang-orang yang memiliki binatang peliharaan akan merasa lebih tidak
kesepian dibanding yang tidak memiliki binatang peliharaan. Anjing, atau
binatang peliharaan, memang bisa menjalin ikatan yang sangat kuat dengan
pemiliknya. Loyalitas itu, terbukti sampai mati. Meski, saya tetap lebih
memilih kucing, daripada anjing, wk.
4. Those Left Behind (2017)
Kehilangan seseorang yang dikasihi karena bunuh diri
bukanlah pengalaman yang mudah untuk dihadapi. Penyintas kehilangan bunuh diri,
biasanya adalah keluarga dan teman-teman terdekat. Those Left Behind (2017) menceritakan kisah
ini, bagaimana sebuah keluarga, berjuang melalui duka pasca kehilangan
anak-dan-adik yang dikasihi yang meninggal karena bunuh diri, setelah mengalami
masalah kesehatan mental yang serius – bahkan setelah 25 tahun kejadian itu
telah berlalu.
Fave scene : Ketika Shelly pulang ke rumah dan menelusuri kembali
ingatan-ingatan masa lalunya tentang Noah, adik semata wayangnya. Masalah
mental yang dialami Noah memang tak mudah untuk diatasi, bahkan oleh Noah
sendiri. Namun Shelly, sudah berusaha semampunya untuk menjadi sumber kekuatan
dan dukungan Noah yang kerap putus asa atas hidupnya.
Insight : Those Left Behind (2017) sangat menolong saya untuk mulai memahami bagaimana duka yang harus
dihadapi keluarga penyintas kehilangan bunuh diri. Jelas, duka itu sangat
berat. Tak jarang rasa bersalah muncul bersama penyesalan dan pengandaian. Karena
itu, para keluarga penyintas kehilangan bunuh diri juga merupakan salah satu
kelompok yang sangat membutuhkan intervensi pertolongan untuk melalui duka
dalam kajian suicidologi.
5. The Eagle Huntress (2016)
Sungguh saya baru tahu bahwa suku nomaden di Mongolia
memiliki budaya yang sangat unik dan menarik, yaitu budaya berburu bersama
elang. Mereka akan mengambil anak elang dari sarangnya di gunung yang curam
untuk dibawa pulang dan diajari berburu bersama, khususnya di musim dingin.
Tapi perburuan ini tidak berlangsung selamanya. Setelah tujuh tahun berburu
bersama, para eagle hunters wajib
melepaskan elangnya ke alam bebas kembali, untuk mempertahankan keberlanjutan
populasi. Nah, biasanya, pekerjaan dan budaya ini dilakukan dan dilanjutkan
oleh para laki-laki. Namun, ternyata ada perempuan yang memiliki minat dan
bakat untuk menjadi eagle huntress dan
mendobrak batas-batas bias gender dalam masyarakat setempat. The Eagle Huntress
(2016) menceritakan kisah ini dalam bentuk film dokumenter, yang sangat
menyentuh.
The Eagle Huntress (2016) fokus bercerita tentang
kisah Aisholpan, seorang anak perempuan berusia 13 tahun, mencoba menjadi
pemburu elang perempuan pertama di sukunya. Meski tak lazim untuk budaya
setempat, dengan dukungan ayah juga kakeknya, ia akhirnya berhasil menjadi
salah satu eagle huntress yang diakui
(sampai memenangkan penghargaan).
Fave scene : Ketika elang Aisholpan berhasil menangkap buruannya
yang pertama di musim dingin, setelah serangkaian kesulitan yang harus dihadapi.
Aisholpan benar-benar menunjukkan rasa sayang yang tulus terhadap elangnya. Ia
bertanya kuatir sambil mengelus-elus bulu elangnya, “apakah rubah itu menggigit
kakimu?” Lalu, memuji elangnya, berbicara akrab seperti kepada kawan sendiri. Heart-touching!
Insight : Memelihara elang dan berburu bersama elang? Tak pernah
terpikir. Tapi itu yang percis dilakukan suku nomaden di Mongolia. Selama ini,
saya mengira elang adalah salah satu burung karnivora yang rada-rada
menakutkan. Setelah menonton The Eagle Huntress (2016), ternyata tidak juga. Elang
juga bersuara cit-cit-cit seperti anak ayam, wk. Dari The Eagle Huntress
(2016), saya juga belajar melihat kehidupan suku nomaden di Mongolia yang
berbeda sekali dengan apa yang saya temui sehari-hari. Mulai dari bangunan
rumah, makanan, topografi wilayah domisili, sampai cara bertahan hidup yang
sangat luar biasa di tengah musim dingin penuh es di pegunungan. Menarik!
No comments: