Hari Kucing Sedunia 2019, Asiknya Bikin Apa Dong?
Hari ini adalah semacam
hari yang istimewa bagi para kucing dan pencinta kucing lho. Yes, sejak tahun
2002, 8 Agustus selalu diperingati sebagai International
Cat Day (World Cat Day)—atau Hari
Kucing Sedunia. Hari khusus untuk merayakan relasi yang terjalin antara
para kucing dan manusia, hari dimana para pencinta kucing menghargai keberadaan
kucing-kucing yang sudah turut berandil dalam hidup mereka.
Photo by Mel ElÃas on Unsplash |
Hari Advokasi Untuk Kesejahteraan Kucing
Peringatan Hari Kucing
Sedunia diinisiasi sejak tahun 2002 oleh International
Fund for Animal Welfare. Selain dirayakan untuk mengingat kucing-kucing, hari
ini juga dibuat untuk memberi ruang melakukan advokasi bagi kesejahteraan kucing.
Di hari ini, orang-orang disarankan dan didorong untuk dapat pergi ke tempat
penampungan hewan (animal shelter)
dan mengadopsi kucing-kucing disana sebelum mereka terpaksa di-euthanasia.[1] Banyak lho ternyata kucing-kucing liar dan terlantar di jalanan yang
terpaksa harus disuntik mati karena pemerintah harus melakukan kontrol terhadap
populasi kucing. Kucing (atau anjing) ini biasanya “dititip” untuk sementara
waktu di tempat penampungan hewan. Jika tidak ada yang ingin mengadopsi mereka
dalam jangka waktu tersebut, maka mereka memang akan di-euthanasia.
Jangan kira masalah ini
hanya terjadi di luar negeri, seperti Amerika Serikat. Di Indonesia pun, hal
ini cukup meresahkan. Apalagi, di Indonesia belum banyak tempat penampungan hewan
yang terkelola baik seperti di luar negeri. Kasus yang belakangan ini diliput
media menyoroti bagaimana cara pemerintah merazia dan menangkap para kucing (dan
anjing) jalanan yang belum cakap dan baik, sehingga cenderung menyakiti
hewan-hewan ini—dari ditangkap menggunakan jaring, sampai induk yang dipisahkan
dari anak-anaknya.[2]
Photo by Jari Hytönen on Unsplash |
Di Hari Kucing Sedunia
2019 ini, kita perlu meninjau kembali kesejahteraan kucing-kucing liar yang
hidup di jalanan. Apalagi, harus diakui bahwa di Indonesia, ada semacam
kesenjangan yang sangat ekstrim antara kucing jalanan (stray cats) dan kucing peranakan (breed cats). Dapat dipahami bahwa hanya untuk mengadopsi kucing
peranakan, para pencinta kucing bisa mengeluarkan uang yang tidak sedikit—tapi karena
ada faktor nilai uang disini, saya melihat semacam ada komersialisasi kucing
domestik yang mematahkan hati juga. Bebas kan, jika seseorang memaknai kucing peranakan
peliharaannya sebagai salah satu simbol status sosial (apalagi memang ada
kontes-kontes untuk para kucing). Tetapi, kucing jalanan (stray cats) pun terkena dampaknya. Mereka dipandang sebelah mata,
sepertinya kurang atau bahkan tidak bernilai. Jadi, ada semacam pandangan “ah bukan kucing peranakan, ngapain
dipelihara.”
Padahal, kucing jalanan
adalah kelompok kucing yang paling rentan soal kesejahteraan. Jelas, tidak
mudah bertahan di jalanan—khususnya di perkotaan, bahkan bagi seekor kucing. Ancaman
sakit-penyakit, kecelakaan yang bahkan mengakibatkan kecacatan atau kematian, tantangan
perburuan makanan (apalagi di tengah tingginya populasi kucing), kekerasan yang
dilakukan manusia terhadap mereka, sampai siklus melahirkan tiada henti bagi
para kucing betina. Meski populasi tinggi, kucing liar di jalanan juga biasanya
berumur lebih pendek—dibandingkan kucing peliharaan yang dijaga indoor, tinggal di dalam rumah saja. Perbedaannya
bisa sampai setengahnya lho. Jadi misalkan, kucing peliharaan yang diadopsi
tinggal di dalam rumah bisa hidup antara 12-15 tahun, kucing liar jalanan hanya
bisa bertahan hidup antara 4-6 tahun saja.[3] Tentu, harus
mempertimbangkan begitu banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk makanan, kebersihan
dan kesehatan kucing, bawaan genetik DNA, lingkungan, sampai sterilisasi.
Kucing memiliki berbagai
bentuk, warna bulu, sampai temperamen yang berbeda-beda, tetapi tetap memiliki
daya tariknya masing-masing. Bebas saja, jika ada yang lebih menyenangi jenis
kucing tertentu—apalagi kucing-kucing peranakan yang memang memiliki
kekhasannya sendiri. Tapi, sebagai pencinta kucing kita perlu lho untuk tidak menstigma
dan mendiskriminasi.
Cerita Saya & Ayi, Kucing Pertama Yang Saya Adopsi
Perjalanan saya mulai mengadopsi
kucing (liar) dimulai dua tahun yang lalu, ketika saya bertemu Ayi. Awalnya,
saya mulai akrab dengan Nyna, induknya, yang memang kucing lama di daerah kos
dan bertempat tinggal di atap kosan kami di Cikarang. Nyna ini, menurut bapak
tetangga kos yang adalah pencinta & peternak kucing (peranakan jenis maine coon yang bdw, ukuran badannya sangat besar dan mahal itu, tetapi salutnya, bapak ini gak lupa lho untuk memperhatikan kucing-kucing liar di daerah rumahnya maupun yang ia temui dimana saja), usianya sudah 7 tahun—namun,
masih tak berhenti masuk ke siklus hamil-melahirkan yang tak berhenti setiap tiga
bulan sekali, karena memang belum disteril. Suatu kali, saya melihat 3 ekor
anak kucing yang lucu-lucu dengan warna bulu berbeda-beda, di teras kosan—yang ternyata
adalah anak-anak kucing Nyna.
Saya menamai mereka
sangat simpel: A, B dan C. Si A berbulu dominasi hitam dengan bercak
oranye-putih. Si B berbulu putih bersih. Si C berbulu percis seperti Nyna. Sengaja,
saya memberi nama A untuk yang bulunya dianggap orang paling tidak menarik—justru
karena itu, menurut saya ia harus diprioritaskan. Ternyata, Nyna melahirkan di
atap kosan dan setelah lewat sebulan, anak-anak kucingnya sudah cukup besar dan
bisa bergerak kesana-kemari, ia menurunkan mereka semua dan memindahkannya ke
lubang di dalam taman kecil di teras kosan. Saya senang sekali dengan anak-anak
kucing baru Nyna. Mereka lucu-lucu, meski bandel-bandel juga. Awalnya
takut-takut terhadap saya, sampai ketika sudah melihat keakraban saya dan Nyna,
mulai berani masuk berlari-lari ke dalam rumah.
Ini Nyna, dalam foto yang tersisa di Instagram, berhubung tablet kereset & belum di-back up |
Hanya saja, suatu hari, satu-persatu dari anak-anak kucing Nyna mulai tidak kelihatan. Dimulai dari si C, yang memang paling good looking. Saya ingat betapa sedihnya saya. Lalu, si B juga ikut-ikutan hilang. Teman sekos saya yang sudah berencana mengadopsi si B karena senang sekali dengan warna bulunya, juga ikut sedih. Terakhir, hanya tinggal si A, kucing berbulu hitam dengan bercak oranye-putih—ngomong-ngomong, kucing berbulu hitam paling jarang diadopsi orang, karena berbagai stigma yang nanti saya akan bahas di artikel berbeda ya. Kata bapak tetangga kos, dari CCTV rumahnya, ia menebak anak-anak komplek yang mengambil anak-anak kucing itu. Ia turut marah, takut mereka tidak becus merawatnya setelah mengambil seenaknya dari induknya di masa masih menyusui :( Nah, si A inilah adalah Ayi. Saya menambahkan namanya agar lebih mudah diucapkan dengan manja (hahaha).
Karena anaknya tinggal
satu dan sudah beranjak besar, Nyna mulai cuek seperti biasa dia (dasar Nyna).
Ayi pun terlantar. Ia sering mengeong kelaparan setiap kali saya pulang kantor
(meskipun masih takut-takut tidak mau dielus). Sejak saat itu, saya mulai
membelikan Ayi makanan kucing yang pas untuk usia anak kucing (biasanya saya
membelikan makanan kucing dewasa untuk Nyna, yang kurang pas untuk anak
kucing). Tapi hanya sekedar itu saja. Sampai tak lama kemudian, Ayi sakit
parah.
Flu kucing untuk anak
kucing bukan penyakit sepele, bisa membunuh. Saya yang belum berpengalaman soal
dunia perkucingan, panik mencari-cari info di internet berdasar gejala yang
timbul di Ayi yang memang mirip flu. Hidung meler beringus, badan lemas, dan
sering bersin. Kuatirnya saya, Ayi sama sekali tidak mau makan dan minum. Saya
sempat berpikir untuk membawa Ayi ke dokter hewan. Sayangnya, saya tidak tahu
dimana dokter hewan terdekat—pun, saya punya semacam anggapan bahwa kebanyakan pelanggan yang mengunjungi dokter
hewan di Indonesia sepertinya hanya kucing-kucing peliharan peranakan.
Tidak seperti di luar negeri, yang sesantai itu membawa kucing-anjing yang
terlantar dan sakit ke dokter hewan, mungkin karena rasa kecintaan orang
Indonesia terhadap binatang juga belum seluas itu. Ya, atau faktor sosial-ekonomi
juga. Macam-macam kali ya.
Untungnya, bapak tetangga
kos yang pencinta dan peternak kucing lewat dan membantu saya. Dengan obat dan
vitamin yang saya cari di internet sesuai resep si bapak yang sudah
berpengalaman dengan flu kucing, akhirnya Ayi mulai sembuh perlahan-lahan. Sempat deg-degan juga seandainya obatnya tidak cocok, tapi ternyata cocok kok. Saya
ingat saya akhirnya memasukkan Ayi ke dalam kosan jika saya berada di kos, di
depan pintu kamar saya (untungnya teman-teman sekos saya sesantai itu untuk
urusan yang satu ini) dengan alas-selimut keset dan baju bekas, supaya tidak
kedinginan di luar. Saya juga rutin menyuapi Ayi dengan makanan-minuman, selain
obat, karena ia masih belum selera makan (untungnya ia masih kecil, sehingga
saya tak terlalu kesulitan). Bahkan, ketika jam istirahat makan siang, saya bela-belain pulang menjenguk Ayi ke kosan, yang memang tak jauh dari kantor saya. Sepanjang Ayi sakit, Nyna mendampingi dengan setia
juga lho. Ia sering sekali tidur di sebelah Ayi dan grooming Ayi.
Ikatan saya dengan Ayi dimulai
sejak saat itu. Ia makin ramah pada saya, mau dielus dan mau bermanja-manja. Berangsur-angsur,
Ayi mulai sembuh dan semakin besar. Ia juga jadi lebih dekat dengan saya,
ketimbang Nyna yang mulai galak karena mereka sesama betina (atau mungkin itu
cara Nyna supaya Ayi yang sudah empat bulanan berhenti menyusui, hehe). Ayi
jadi semacam kucing semi-liar. Ketika saya kerja dan berada di luar rumah, Ayi
terpaksa harus main di luar kosan juga (saya tak tega mengurung Ayi di dalam
kurungan dalam rumah ketika tidak ada orang di kosan, pun saya mempertimbangkan teman-teman sekos jika
Ayi berada di dalam kosan full day). Ketika
saya pulang, saya akan memanggil Ayi nyaring dan Ayi akan datang berlari-lari
semangat ceria menghampiri saya. Sepanjang malam, Ayi akan tidur di atas keset
di depan pintu kamar saya (atau kadang-kadang minta masuk kamar dan tidur bersender dekat kaki saya). Pagi hari ketika kosan sudah kosong dan sambil bersiap ke
kantor, saya akan bermain-main dulu dengan Ayi. Ayi paling senang main kejar-kejaran
dan hide-seek.
Perkenalkan ini kitten Ayi, foto ini diambil bersamaan dengan foto Nyna ketika masih di Cikarang |
Ketika saya harus pindah
dari Cikarang di akhir 2017, saya galau sekali apakah saya harus membawa Ayi
atau tidak ketika pindah ke Depok. Sempat maju-mundur (dengan pertimbangan
bahwa di rumah Depok, adik saya juga sudah memelihara dua kucing betina),
sampai bapak tetangga peternak kucing mendorong saya untuk membawa serta Ayi
pindah. Kasihan disini kalau sendirian, kata si bapak. Sudah terlalu banyak
kucing dan Ayi sudah kebiasaan bersama-sama saya, sejak masih bayi kucing. Benar
juga kan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membawa Ayi pindah. Bukan proses
mudah memang, tapi bersyukur, sudah terlalui.
Saya yakin Ayi tidak akan
selamat jika saya tidak memutuskan untuk menolong Ayi-yang-masih-bayi sembuh
dari flu kucing dan saya bersyukur, saya bisa melakukan sesuatu bagi Ayi
sehingga masih bisa menyaksikan sampai saat ini Ayi sudah berumur dua tahun dan
sehat walafiat. Ini meyakinkan saya juga, sebenarnya sesederhana itu lho kita
bisa melakukan animal rescue, untuk
binatang-binatang (khususnya kucing) liar di sekeliling kita yang mungkin
mengalami kesulitan atau kemalangan (dan kenangannya membahagiakan seumur
hidup). Soal adopsi kucing, kucing itu termasuk binatang peliharaan yang low maintanance. Apalagi kalau adopsi
kucing yang tadinya liar di jalan, karena mereka cukup mandiri dan pada
dasarnya, kamu hanya perlu menyediakan makanan kucing, minuman, pasir dan litter box, serta kasih sayang bagi
mereka.
Hari Kucing Sedunia, Bikin Apa Dong?
Kembali ke Hari Kucing
Sedunia yang jatuh di hari ini, kamu bingung mau bikin apa? Berikut saya punya
beberapa rekomendasi buat para pencinta kucing, baik yang sudah-sedang
mengadopsi kucing maupun yang belum.
Jika kamu belum atau sedang tidak mengadopsi kucing
saat ini, tiga ide berikut boleh nih.
a. Adopsi kucing hari ini, yuk. Kamu bisa mencari kucing yang membutuhkan di tempat
penampungan hewan (animal shelter)
terdekat. Atau mungkin, kamu bisa tanya temenmu yang sesama pencinta kucing.
Kadang ada aja kan yang kucingnya melahirkan tapi gak sanggup buat mengadopsi
semua anak kucingnya lagi. Tapi perlu diingat, mengadopsi kucing (atau binatang
lainnya) sebagai hewan peliharaan membutuhkan komitmen ya, supaya gak putus di
tengah jalan dan akhirnya menelantarkan mereka lagi, kan sedih.
b. Beli makanan kucing di pet shop dan berkeliling untuk membagikannya ke kucing-kucing liar. Belum siap atau kondisi tidak memungkinkan untuk adopsi kucing? Kamu bisa berbagi makanan saja ke kucing-kucing liar. Kucing liar itu banyak yang sering
kelaparan juga lho. Ini mulai banyak nih yang melakukan di Indonesia dan viral.
Termasuk bapak tetangga kos saya dulu. Bless
your beautiful souls, cat mom & cat dad!
c. Merayakan keberadaan makhluk berbulu
bernama kucing dengan menonton video atau foto mereka di media sosial. Pinterest dan Instagram, punya segudang. Atau kamu
bisa mengunjungi akun The Dodo, yang top banget perihal animal rescue—jelas, termasuk kucing. Yang gini-gini bantu banget buat relaksasi diri setelah stres karena
masalah hidup sehari-hari, lho. Terima kasih Tuhan, telah menciptakan kucing!
Jika kamu sudah-sedang mengadopsi kucing, coba deh tiga ide ini.
a. Ambil waktu untuk menikmati catnap bersama kucingmu hari ini.
Bersantai bersama. Merasakan nikmatnya menjadi kucing yang menghabiskan sebagian
besar hidupnya untuk bersantai dan tidur. Hahaha.
b. Ambil foto selfie paling lucu dengan kucingmu, publikasikan
di media sosial and let the world celebrate
World Cat Day with you! Jangan lupa
tambahkan caption berisi testimoni
personalmu bagaimana kucing sudah membantu sekali untuk menjaga kesehatan
mental-emosionalmu, supaya orang-orang tahu bahwa banyak lho faedah memelihara kucing. Mood booster number
one to kill stress, right? ;)
c. Bawa kucingmu untuk jalan-jalan ke dokter hewan. Kesehatan kucingmu adalah salah satu prioritas, kan.
_____________________________
Jadi, sekali lagi, selamat
Hari Kucing Sedunia untuk semua kucing
dan para pencinta kucing!
Stay cute and stay meow!
Sumber Referensi :
[1] http://www.holidayscalendar.com/event/international-cat-day/
[3] https://www.catological.com/long-cats-live-calculate-kittys-age-human-years/
No comments: